Cangget: Tari Adat Lampung yang Penuh Makna

Tari Cangget / Foto---Net--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Tarian ini memiliki kedudukan penting dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat setempat karena memuat berbagai nilai simbolis yang merefleksikan kepribadian penarinya. Keanggunan, kematangan sikap, dan kecakapan menjadi karakter utama yang disampaikan melalui gerakan-gerakan yang dibawakan secara harmonis dan penuh makna.

Tarian ini umumnya dipentaskan oleh para remaja, baik laki-laki maupun perempuan, yang mengenakan busana adat khas Lampung. Kehadirannya sangat identik dengan berbagai upacara dan acara adat, mulai dari prosesi pernikahan, penyambutan tamu terhormat, hingga perhelatan budaya yang digelar oleh masyarakat adat.

Para penari perempuan tampil dengan gerakan lemah lembut dalam formasi teratur, sementara para penari laki-laki tampil di hadapan mereka dengan gerakan dinamis yang memperlihatkan keterampilan dan ketangkasan dalam menari, sebagai bentuk apresiasi sekaligus cara menjalin interaksi dalam konteks adat.

Setiap ragam Tari Cangget memiliki fungsi yang berbeda, namun seluruhnya tetap berpijak pada pola gerak dasar yang memiliki makna filosofis mendalam. Gerakan-gerakan tersebut bukan sekadar koreografi artistik, melainkan cerminan dari nilai-nilai luhur yang dijunjung masyarakat adat Lampung.

Dalam tarian ini tersirat pesan-pesan tentang penghormatan, kebesaran jiwa, keberanian, ketulusan, kelembutan, kewaspadaan, serta kepercayaan diri yang tinggi—semuanya menjadi unsur penting dalam membentuk karakter masyarakat adat yang berbudaya.

Dari segi sejarah, Tari Cangget telah dikenal sejak masa lampau, bahkan diperkirakan telah hadir jauh sebelum era kolonial. Salah satu kisah yang berkembang menyebutkan bahwa tarian ini pertama kali dipertunjukkan sebagai bentuk perayaan atas keberhasilan seorang tokoh adat dalam mempertahankan wilayahnya dari ancaman luar.

Pada masa awal, Tari Cangget lebih sering digunakan dalam upacara keagamaan dan kegiatan adat, seperti syukuran setelah panen serta pelepasan warga yang hendak menunaikan ibadah haji. Namun, perubahan zaman membawa perluasan fungsi tarian ini.

Memasuki masa pendudukan Jepang pada awal 1940-an, Tari Cangget mulai tampil dalam acara-acara yang bersifat lebih terbuka, seperti pertunjukan budaya dan perayaan masyarakat umum. Dalam perkembangan sosialnya, tarian ini bahkan menjadi salah satu medium interaksi sosial bagi para pemuda dan pemudi, yang kemudian berkembang menjadi sarana mempererat hubungan dan jalinan asmara.

Beberapa jenis Tari Cangget dikenal masyarakat Lampung, masing-masing memiliki konteks pelaksanaan yang berbeda. Salah satunya adalah Tari Cangget Nyambuk Temui, yang ditampilkan sebagai bentuk penyambutan bagi tamu penting yang datang ke wilayah adat.

Ada pula Tari Cangget Bakha yang menjadi bagian dari perayaan hasil panen atau ketika bulan purnama tiba. Selain itu, Tari Cangget Agung dibawakan dalam upacara adat besar, seperti pengangkatan kepala adat atau kegiatan sakral lainnya. Dalam acara semacam ini, anak gadis dari kepala adat biasanya turut serta sebagai wujud partisipasi keluarga. Ragam lainnya, seperti Tari Cangget Pilangan, menjadi simbol perpisahan bagi anggota keluarga yang menikah dan menetap di luar kampung.

Sedangkan Tari Cangget Penganggik dipentaskan untuk menandai perubahan status sosial seorang remaja yang telah memasuki usia dewasa dalam struktur adat masyarakat. Tari Cangget bukan hanya sekadar produk budaya masa lampau, melainkan juga bagian dari identitas kolektif masyarakat Lampung yang terus hidup hingga hari ini.

Keindahan geraknya, kekayaan filosofinya, serta peran sosialnya menjadikan tarian ini sebagai warisan budaya yang patut dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang. Dalam konteks modern, pelestarian Tari Cangget bukan hanya menjadi tanggung jawab masyarakat adat, tetapi juga menjadi bagian dari upaya nasional dalam menjaga keanekaragaman budaya Indonesia.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan