Ekspor Kratom Terhambat Regulasi, Pengusaha Kalbar Soroti Birokrasi

Ilustrasi _ Eksport Kartom. -Foto Freepik-

Radarlambar.bacakoran.co - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan Republik Indonesia menggelar rapat evaluasi perizinan dan kuota ekspor kratom (Mitragyna speciosa) pada Selasa, 30 April 2025, di Jakarta. Dalam forum yang dihadiri oleh perwakilan Dewan Pengurus Pusat Perkumpulan Pengusaha Kratom Indonesia (DPP Perkrindo), diputuskan bahwa kuota ekspor kratom Indonesia tetap tidak mengalami perubahan.

Meskipun kuota ekspor dipertahankan, para pelaku usaha di Kalimantan Barat menyampaikan berbagai keluhan, terutama terkait semakin banyaknya regulasi yang dinilai memberatkan proses ekspor. Salah satu sorotan utama adalah terkait kewajiban sertifikasi Phytosanitary Certificate (PC) yang menurut pelaku usaha belum sepenuhnya relevan untuk semua negara tujuan ekspor.

Sekretariat Jenderal DPP Perkrindo mengungkapkan bahwa saat ini harga kratom relatif stabil, namun nilai tambah dari produk belum meningkat sebagaimana yang diharapkan. Menurutnya, hilirisasi produk perlu segera didorong untuk meningkatkan daya saing kratom Indonesia di pasar internasional. Dalam pandangan pelaku industri, proses deregulasi menjadi penting, khususnya dalam hal prosedur ekspor yang dianggap masih terlalu rumit dan tidak sinkron dengan kebutuhan di lapangan.

Dalam rapat tersebut, Karantina Pertanian menyatakan bahwa kratom yang diekspor ke India kini telah diwajibkan menggunakan sertifikasi PC. Bahkan beberapa negara lain dikabarkan akan mengikuti kebijakan serupa. Namun, bagi banyak eksportir, aturan baru ini justru menimbulkan kekhawatiran. Pasalnya, tidak semua negara tujuan menuntut adanya sertifikat tersebut, dan hal ini justru menciptakan hambatan di tingkat domestik karena produk yang tidak memenuhi syarat PC berisiko ditolak oleh Bea Cukai Indonesia.

Para eksportir memperingatkan bahwa kerumitan regulasi seperti ini berpotensi membuat pembeli asing berpindah ke negara lain. Sejumlah data menunjukkan bahwa sebagian pembeli internasional kini mulai mengalihkan sumber kratom mereka ke Afrika Selatan, yang dinilai menawarkan proses ekspor lebih sederhana dan efisien.

Kendala lain yang turut disoroti adalah lambannya penyelesaian hasil penelitian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Hasil riset dari kedua lembaga ini sangat dibutuhkan sebagai landasan ilmiah untuk memperjelas posisi legal dan keamanan kratom dalam regulasi ekspor ke depan.

Meski demikian, keputusan pemerintah untuk mempertahankan kuota ekspor saat ini tetap berlaku, menyusul berbagai masukan dari pihak industri dan lembaga terkait. Perkrindo berharap pemerintah segera mengambil langkah proaktif untuk menyederhanakan regulasi agar kratom Indonesia dapat bersaing lebih baik di pasar global. (*/rinto)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan