Kasus Pemufakatan Jahat: Kejagung Serahkan Bukti ke Dewan Pers, Peran Tian Bahtiar Disorot

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar--

Radarlambar.bacakoran.co -Langkah serius diambil Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengusut dugaan perintangan penyidikan yang menyeret nama Direktur Pemberitaan nonaktif JakTV, Tian Bahtiar. Penyidik sudah menyerahkan sejumlah dokumen penting kepada Dewan Pers dengan nantinya bisa dinilai apakah ada pelanggaran etik jurnalistik di kasus ini.

Penyerahan dilakukan di kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat, pada Kamis (24/4/2025), yang dihadiri langsung oleh jajaran Kejagung. Dalam kunjungan itu, tim membawa 10 bundel dokumen fisik yang berasal dari hasil penyidikan. Meskipun jenis dokumen yang diserahkan tidak dirinci secara terbuka, Kejagung memastikan semua materi yang diminta telah disampaikan.

Dewan Pers kini diberi ruang untuk menelaah dokumen-dokumen tersebut, guna menilai apakah tindakan Tian Bahtiar dalam kasus ini menyimpang dari kode etik jurnalistik. Namun, Kejagung juga menegaskan bahwa proses hukum ini hanya ditujukan kepada oknum, bukan menyasar lembaga media secara keseluruhan.

Dalam pengusutan ini, Tian Bahtiar bukan satu-satunya tersangka. Dua advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, juga telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan keterlibatan dalam pemufakatan jahat terkait penghambatan penyidikan kasus-kasus besar seperti korupsi PT Timah, impor gula, hingga ekspor crude palm oil (CPO).

Ketiganya diduga menjalankan peran berbeda namun saling terkoordinasi. Marcella, menurut Kejagung, berperan melakukan komunikasi dengan hakim guna memengaruhi proses hukum. Junaedi, di sisi lain, menggiring opini publik melalui berbagai acara diskusi, seminar, hingga podcast yang secara langsung menyerang kinerja Kejagung. Semua aktivitas itu kemudian disiarkan oleh Tian Bahtiar melalui kanal media sosial dan program JakTV, tanpa adanya kontrak resmi antara pihak-pihak yang terlibat dengan institusi media tempatnya bekerja.

Fakta ini membuat posisi Tian kian terjepit. Ia diduga menyalahgunakan jabatannya untuk keuntungan pribadi, dan tindakannya disebut tidak mewakili lembaga media tempat ia bernaung.

Dengan dokumen-dokumen yang kini berada di tangan Dewan Pers, publik menantikan hasil penilaian lembaga tersebut—apakah ada pelanggaran etik sebagai jurnalis, atau semata perbuatan personal yang mencoreng profesi dan kepercayaan publik terhadap media. (*)


Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan