Anggaran MBG Terserap Rp41,3 T per 18 November 2025
Kemenkeu mengungkap Badan Gizi Nasional telah menyerap anggaran MBG sebesar Rp41,3 triliun atau 58,2 persen per 18 November 2025. Antara Foto (2)--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan Badan Gizi Nasional (BGN) baru menyerap anggaran sebesar Rp41,3 triliun untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hingga 18 November 2025. Angka tersebut baru mencapai 58,2 persen dari total alokasi Rp71 triliun yang disiapkan pemerintah dalam APBN 2025.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan serapan anggaran itu masih menyisakan ruang belanja sekitar Rp30 triliun yang harus dimaksimalkan dalam sisa waktu menuju tutup tahun. Ia menegaskan alokasi tersebut disesuaikan dengan target Presiden Prabowo Subianto yang menetapkan 82,9 juta penerima program MBG di seluruh Indonesia.
“Artinya sekitar 58,2 persen dari alokasi APBN sebesar Rp71 triliun. Dan tentu alokasi kita sesuaikan karena target bapak presiden adalah 82,9 juta penerima makan bergizi gratis,” ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (20/11).
Suahasil merinci MBG telah menjangkau 41,9 juta penerima melalui 15.369 satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) atau dapur MBG di seluruh Indonesia. Program ini juga menciptakan 556.735 lapangan kerja, mulai dari tenaga dapur, distribusi, hingga pengawasan gizi.
Catatan pemerintah menunjukkan distribusi penerima MBG tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia:
- Pulau Jawa: 25,68 juta penerima (9.107 SPPG)
- Sumatera: 8,6 juta penerima (3.142 SPPG)
- Sulawesi: 2,74 juta penerima (1.069 SPPG)
- Kalimantan: 1,7 juta penerima (703 SPPG)
- Bali–Nusa Tenggara: 2,15 juta penerima (753 SPPG)
- Maluku–Papua: 690 ribu penerima (265 SPPG)
Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar penerima MBG berada di wilayah berpenduduk padat, terutama Jawa, yang menyerap lebih dari 60 persen alokasi dapur dan tenaga pendukung.
Sisa anggaran Rp30 triliun menjadi pekerjaan besar menjelang akhir tahun. Pemerintah menargetkan percepatan belanja tanpa mengurangi kualitas gizi, ketepatan sasaran, maupun standar penyajian makanan.
Sejumlah daerah masih menghadapi tantangan logistik, terutama kawasan timur seperti Papua dan Maluku, yang membutuhkan biaya distribusi tinggi dan akses yang lebih sulit. Selain itu, pemerintah harus menyesuaikan kapasitas SPPG untuk memastikan dapur mampu meningkatkan volume produksi secara cepat namun tetap higienis.