Rekam Retina Dibayar Rp800 Ribu, Komdigi Bekukan Operasi Worldcoin

Ilustrasi. Komdigi Bekukan Operasi Worldcoin. Foto : Klik Dokter--
Radarlambar.bacakoran.co- Fenomena antrean warga di Bekasi untuk merekam retina demi imbalan Rp800 ribu akhirnya memicu langkah tegas dari pemerintah. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) milik layanan Worldcoin dan WorldID. Langkah ini dilakukan untuk mencegah risiko yang lebih besar terhadap perlindungan data masyarakat di tengah derasnya arus transformasi digital.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menjelaskan bahwa pembekuan ini merupakan langkah preventif menyusul viralnya praktik perekaman retina oleh pihak yang belum terverifikasi legalitasnya. Penelusuran awal menemukan bahwa PT Terang Bulan Abadi, perusahaan yang disebut-sebut berada di balik kegiatan ini, belum memiliki izin sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dia menyebut Pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat. Kami juga akan memanggil PT Terang Bulan Abadi untuk klarifikasi resmi dalam waktu dekat.
Meskipun Worldcoin sendiri tercatat memiliki TDPSE, layanan tersebut ternyata didaftarkan atas nama PT Sandina Abadi Nusantara, bukan PT Terang Bulan Abadi yang muncul di lapangan. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius terkait akuntabilitas dan kepatuhan dalam penyelenggaraan layanan digital berbasis data biometrik.
Komdigi menyatakan bahwa setiap entitas yang menyelenggarakan sistem elektronik wajib memiliki identitas badan hukum yang jelas serta tanggung jawab operasional terhadap publik. Ketidaksesuaian pendaftaran dan penggunaan identitas hukum pihak lain dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap norma tata kelola ruang digital.
Alexander menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen menjaga keamanan ruang digital nasional secara adil dan tegas. Ia juga mengimbau masyarakat untuk tetap kritis terhadap layanan digital yang tidak jelas status hukumnya, serta tidak ragu melaporkan dugaan pelanggaran melalui kanal resmi pemerintah.
Sebelumnya, antrean panjang warga Bekasi di sebuah lokasi yang disebut-sebut di Jalan Raya Narogong sempat menjadi sorotan. Foto-foto dan video memperlihatkan warga rela mengantre demi uang tunai yang diberikan setelah data retina mereka direkam.
Isu ini langsung memicu perdebatan tentang etika, regulasi, serta tingkat literasi digital masyarakat dalam menghadapi iming-iming dari teknologi baru yang belum tentu transparan.
Kejadian ini menjadi alarm penting bahwa perlindungan data pribadi bukan hanya urusan teknis, melainkan soal hak warga yang harus dijamin oleh negara.(*)