Pengacara Pertanyakan Validitas Bukti Rp1 Triliun; Sidang Zarof Ricar Memanas

Sidang lanjutan kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur yang menyeret nama Zarof Ricar, Meirizka Widjaja, dan Lisa Rachmat berlangsung panas di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin, 5 Mei 2025.//Foto:dok/net.--
Radarlambar.Bacakoran.co – Suasana jalannya sidang lanjutan kasus dugaan suap tentang vonis bebas kepada Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin 5 Mei 2025 memanas. Perkaranya ternyata menyeret tiga terdakwa yaitu Zarof Ricar, Meirizka Widjaja dan Lisa Rachmat yang diduga turut terlibat dalam upaya mempengaruhi putusan hakim melalui jalur ilegal.
Sidang yang dimulai pukul 10.00 WIB itu diwarnai perdebatan sengit antara tim penasihat hukum terdakwa dan ahli yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU), dimana yang menjadi fokus perdebatan terletak pada keabsahan dan kualitas barang bukti (BB) berupa uang tunai yang jumlahnya mendekati Rp1 triliun yang ditemukan di kediaman Zarof Ricar.
Pengacara Soroti Status Barang Bukti
Andi Syarifudin, kuasa hukum Lisa Rachmat, mempertanyakan dasar pengkategorian uang tunai tersebut sebagai barang bukti dalam perkara pidana. Ditegaskannya, perlu ada kejelasan apakah uang itu benar-benar merupakan hasil langsung dari tindak pidana atau hanya sarana yang digunakan untuk menjalankan aksi kejahatan.
"Bagaimana kepastian uang ini? Apakah benar hasil tindak kejahatan, atau hanya alat bantu untuk melancarkan kejahatan?" tanya Andi dengan nada tajam kepada ahli hukum pidana, Ibnu Nugroho, yang menjadi saksi ahli dalam persidangan.
Ahli: Korelasi dengan Kejahatan Jadi Penentu
Menanggapi pertanyaan tersebut, Ibnu menjelaskan bahwa status barang bukti dalam hukum pidana ditentukan oleh korelasi atau keterkaitan langsungnya dengan tindak pidana yang dituduhkan. Menurutnya, jika uang atau dokumen memiliki indikasi hubungan dengan perbuatan kriminal, maka nilai pembuktiannya akan diakui secara hukum.
"Barang bukti itu sah apabila ada hubungan sebab-akibat dengan perbuatan pidana. Korelasi inilah yang menjadi kunci penetapannya sebagai alat bukti di persidangan," terang Ibnu.