APBN Hadapi Tantangan Berat, Sri Mulyani Tekankan Peran Kemenkeu

Sri Mulyani menyebut dalam menjalankan tugas-tugas besar mengelola APBN, Kemenkeu menghadapi beragam tantangan berat ke depan. -Foto REUTERS.--

Radarlambar.bacakoran.co - Di tengah lanskap ekonomi global yang kian rentan akibat ketegangan geopolitik, perang dagang, dan konflik militer yang menyebar di berbagai kawasan, peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai jangkar stabilitas nasional kembali mendapat sorotan. Menteri Keuangan, Sri Mulyani menegaskan bahwa pengelolaan fiskal di masa mendatang tidak hanya menghadapi tantangan teknokratis, tetapi juga problematika struktural dan geopolitik yang bersifat sistemik.

Dinamika global saat ini telah mengaburkan prediktabilitas perekonomian dunia. Perang Rusia-Ukraina yang belum berkesudahan, ketegangan di Timur Tengah, serta rivalitas antara Amerika Serikat dan Tiongkok dalam perdagangan dan teknologi, memicu volatilitas pasar serta memengaruhi arus perdagangan dan investasi internasional. Kondisi ini turut menekan Indonesia yang bergantung pada ekspor komoditas, stabilitas nilai tukar, dan arus modal asing.

Dalam situasi ini, APBN tidak hanya menjadi instrumen belanja negara, tetapi berfungsi sebagai alat utama untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi, melindungi daya beli masyarakat, serta menjamin kelangsungan pelayanan publik di berbagai sektor. Oleh karena itu, tanggung jawab Kementerian Keuangan menjadi sangat sentral dan strategis.

Sebagai otoritas fiskal, Kementerian Keuangan bukan sekadar lembaga teknis, melainkan pengendali utama dalam menyusun kerangka kebijakan ekonomi makro dan arah fiskal nasional. Fungsi-fungsi seperti optimalisasi penerimaan negara melalui perpajakan, pengelolaan belanja yang efisien, serta pembiayaan defisit secara hati-hati, kini menuntut keahlian dan integritas yang jauh lebih tinggi.

Dalam menjalankan fungsinya, Kemenkeu dituntut untuk mampu menavigasi berbagai risiko fiskal yang muncul dari ketidakpastian global, termasuk potensi gejolak harga energi dan pangan, kenaikan suku bunga global, serta perlambatan ekonomi mitra dagang utama. Kebijakan fiskal tidak bisa lagi semata-mata reaktif, tetapi harus antisipatif dan adaptif terhadap skenario-skenario ekstrem yang bisa terjadi sewaktu-waktu.

Penting pula dicatat bahwa APBN kini memikul tugas yang lebih berat seiring dengan agenda pembangunan nasional yang semakin ambisius. Komitmen terhadap pemerataan ekonomi, transformasi digital, transisi energi bersih, hingga pembenahan sistem pendidikan dan kesehatan, menuntut pembiayaan yang tidak hanya besar, tetapi juga tepat sasaran dan berdampak jangka panjang.

Di balik angka-angka makro dan jargon kebijakan, APBN sejatinya menyentuh sendi-sendi kehidupan masyarakat: dari pupuk subsidi bagi petani, beasiswa bagi pelajar kurang mampu, hingga dana desa yang menopang pembangunan di pelosok negeri. Maka, akuntabilitas dalam pengelolaan fiskal tidak bisa dinegosiasikan.

Kementerian Keuangan, dalam konteks ini, tidak cukup hanya menjaga disiplin anggaran. Ia juga harus menjadi institusi yang mampu membaca zaman, mendengar suara publik, dan menjembatani kepentingan negara dalam kerangka pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Pejabat-pejabatnya bukan hanya administrator, tetapi juga negarawan teknokrat yang harus menjaga marwah keuangan negara sekaligus menyeimbangkan aspirasi sosial-ekonomi masyarakat.

Sri Mulyani menggarisbawahi pentingnya profesionalisme, transparansi, dan integritas dalam setiap aspek pengelolaan fiskal. Dalam dunia yang tengah bergejolak, stabilitas Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kekuatan instrumen fiskalnya. Dan dalam APBN yang dijalankan secara cermat itulah, harapan rakyat untuk hidup lebih baik terus disemai.(*/edi)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan