Bangun Smart Grid, PLN Siapkan Investasi Rp 81,4 Triliun

Pemerintah melalui Kementerian ESDM secara resmi mengesahkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) untuk periode 2025–2034. -Foto-net.--
Radarlambar.bacakoran.co - PT PLN (Persero) mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu 2025-2034 akan dibutuhkan investasi sekitar US$ 5 miliar atau setara Rp 81,4 triliun untuk pembangunan jaringan listrik pintar atau smart grid. Proyek ini menjadi bagian vital dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN yang baru, sebagai upaya mendukung percepatan transisi energi nasional dan menjawab tantangan integrasi energi terbarukan.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan bahwa smart grid bukan sekadar pengembangan teknologi jaringan listrik konvensional, melainkan fondasi sistem kelistrikan masa depan yang mampu mengelola fluktuasi pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) seperti tenaga surya dan angin. Smart grid memungkinkan sistem kelistrikan menjadi lebih adaptif, efisien, serta mampu menjaga stabilitas pasokan meskipun menghadapi ketidakpastian produksi energi terbarukan.
Pengalaman Vietnam, yang membangun kapasitas pembangkit tenaga surya hingga 16 gigawatt namun hanya mampu menyerap 8 gigawatt akibat keterbatasan jaringan listrik konvensional, menjadi peringatan penting bagi Indonesia. Darmawan menegaskan Indonesia mengantisipasi hal ini melalui integrasi smart grid sebagai bagian dari RUPTL, sehingga potensi pembangkit EBT dapat dimaksimalkan tanpa mengganggu kestabilan jaringan.
Rencana PLN ini juga menandakan keseriusan pemerintah dan perusahaan listrik negara dalam mendukung target transisi energi yang lebih ramah lingkungan. Dari total tambahan kapasitas pembangkit sebesar 69,5 gigawatt, sekitar 61 persen berasal dari energi terbarukan, yaitu tenaga surya, air, angin, panas bumi, bioenergi, dan nuklir. Hal ini menunjukkan pergeseran signifikan menuju pengurangan ketergantungan pada energi fosil, meskipun pembangkit berbasis gas dan batubara masih akan dibangun sebesar 16,6 gigawatt sebagai bagian dari fase transisi.
Selain pengembangan pembangkit, aspek penyimpanan energi menjadi perhatian penting dalam RUPTL, di mana sistem penyimpanan energi sebesar 10,3 gigawatt terdiri dari pumped storage dan baterai akan mendukung stabilitas pasokan. Sistem penyimpanan ini berperan sebagai penyeimbang ketika produksi energi terbarukan tidak stabil, memungkinkan listrik tersimpan saat produksi melimpah dan digunakan saat produksi menurun.
Investasi besar ini tidak hanya berdampak pada sektor energi, tetapi juga membuka peluang pertumbuhan ekonomi baru melalui pengembangan teknologi smart grid dan industri pendukungnya. Implementasi smart grid berpotensi menciptakan ekosistem energi digital yang efisien dan mendukung kemandirian energi nasional.
Dengan dukungan kebijakan yang konsisten serta kolaborasi lintas sektor, PLN optimistis bahwa smart grid akan menjadi tulang punggung sistem kelistrikan Indonesia, sekaligus mewujudkan visi energi berkelanjutan dan net zero emission di masa depan.(*/edi)