Serikat Buruh Desak Pemerintah Kaji Ulang Pembentukan Satgas PHK dan Dewan Kesejahteraan

Foto Serikat Buruh KSPN. Foto Dok. KSPN--
Radarlambar.bacakoran.co- Rencana pemerintah membentuk Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) dan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional memunculkan respons kritis dari kalangan serikat pekerja.
Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) menyarankan Presiden Prabowo Subianto untuk meninjau kembali langkah tersebut, yang dinilai belum menjadi solusi prioritas terhadap melonjaknya angka pemutusan hubungan kerja di Indonesia.
Presiden KSPN, Ristadi, menyampaikan bahwa usulan pembentukan lembaga baru tersebut berisiko memperlemah kepercayaan terhadap institusi yang sudah ada, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Menurutnya, pemerintah seharusnya lebih memaksimalkan fungsi lembaga tripartit yang telah terbentuk sebelumnya, seperti Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional, Dewan Pengupahan Nasional, Komite Pengawas Ketenagakerjaan, hingga Dewan Jaminan Sosial Nasional.
Sejak Presiden Prabowo mengumumkan rencana pembentukan dua lembaga baru saat peringatan Hari Buruh Internasional di Monas pada 1 Mei 2025, proses realisasinya masih belum terlihat jelas. Meskipun Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyatakan bahwa rancangan sudah masuk tahap finalisasi, namun hingga kini belum ada pengumuman resmi mengenai struktur, kewenangan, maupun pembiayaan lembaga tersebut.
Ristadi menilai keberadaan lembaga-lembaga tripartit selama ini belum berjalan optimal, bahkan cenderung formalitas. Padahal, lembaga tersebut seharusnya menjadi garda depan dalam merancang kebijakan ketenagakerjaan yang komprehensif, termasuk dalam isu pengupahan dan pengawasan implementasi hukum tenaga kerja.
Ia juga menyinggung soal efisiensi fiskal. Dengan kondisi anggaran negara yang tengah dikonsolidasikan secara ketat, pembentukan lembaga baru dinilai tidak selaras dengan kebijakan penghematan belanja pemerintah. Apalagi, jika pembentukan lembaga tersebut justru menimbulkan tumpang tindih tugas dengan instansi yang sudah ada.
Lebih jauh, Ristadi menyampaikan bahwa pembentukan Satgas PHK dan Dewan Kesejahteraan Buruh dapat menimbulkan persepsi bahwa Presiden tidak sepenuhnya mempercayai kapasitas Kemnaker dalam menangani isu ketenagakerjaan. Oleh karena itu, ia menyarankan pendekatan alternatif: memperkuat lembaga yang sudah eksis dengan menambah fungsi strategis dan memperluas representasi anggotanya, serta meningkatkan legitimasi hukumnya melalui pengangkatan langsung oleh Presiden.
Langkah konkret lainnya yang diusulkan adalah peningkatan kualitas layanan Kementerian Ketenagakerjaan dalam hal penyediaan pelatihan kerja, penciptaan lapangan pekerjaan, serta perlindungan menyeluruh terhadap pekerja selama dan setelah masa kerja. Selain itu, ia juga mendorong peningkatan kapasitas pengawasan ketenagakerjaan serta kehadiran nyata pemerintah di lapangan, alih-alih terjebak dalam kegiatan seremonial atau diskusi yang minim dampak.(*)