Dari Gua Sempit di Jabal Nur, Cahaya Islam Terbit ke Seluruh Dunia

Dari Gua Sempit di Jabal Nur, Cahaya Islam Terbit ke Seluruh Dunia. Foto/net--

Radarlambar.bacakoran.co -Makkah belum benar-benar terbangun dari tidurnya ketika ratusan langkah kaki mulai menapak medan berbatu menuju puncak Jabal Nur. Di tengah malam yang dingin dan gelap, Gua Hira—tempat yang penuh sejarah dan makna spiritual dalam Islam—kembali menjadi tujuan para jemaah.

Momen ini bukan sekadar ziarah. Bagi mereka yang masih berada di Tanah Suci usai puncak ibadah haji, mendaki Jabal Nur adalah perjalanan batin. Perjalanan untuk mengenang awal mula Islam diturunkan ke bumi, dari gua kecil yang sunyi.

Jejak Spiritual Menuju Puncak
Perjalanan mendaki dimulai sejak dini hari. Lampu kota Makkah yang menyala dari kejauhan terlihat seperti hamparan bintang di bumi. Sambil mendaki, sebagian jemaah melantunkan selawat dengan lirih, seolah mengiringi setiap langkah menuju tempat yang pernah menjadi saksi wahyu pertama.

Rute yang ditempuh tidak mudah. Meski ketinggiannya sekitar 624 meter, tanjakan terjal dan debu jalan menjadi tantangan tersendiri. Banyak dari mereka terengah-engah saat mencapai puncak sekitar pukul 03.40 dini hari. Namun semangat untuk sampai di tempat bersejarah itu tak surut sedikit pun.

Antrean Panjang Menuju Ruang Kecil Penuh Cahaya
Setibanya di puncak, antrean mengular menuju mulut Gua Hira. Jalan masuknya sempit, hanya bisa dilalui satu orang dalam satu waktu. Semua harus menunduk saat melangkah masuk, berhati-hati agar tidak terpeleset atau terbentur batu cadas.

Di dalam gua yang hanya cukup menampung dua hingga tiga orang, suasana haru menyelimuti. Lantunan Al-Qur’an terdengar lirih. Sebagian jemaah membaca surat Al-Alaq, mengenang saat-saat pertama Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dari Malaikat Jibril. Batu panjang yang diyakini sebagai tempat beliau beristirahat pun menjadi titik fokus perenungan.

Dari dalam gua, terlihat langsung arah Ka’bah—kiblat umat Islam. Pandangan itu menegaskan kembali posisi Gua Hira sebagai poros penting dalam sejarah peradaban Islam.

Jabal Nur, Gunung yang Mengubah Dunia
Jabal Nur, yang berarti "Gunung Cahaya", memiliki tiga nama bersejarah: Jabal Al-Qur’an, Jabal Islam, dan Jabal Nur. Di sinilah Islam bermula. Wahyu pertama—QS Al-Alaq ayat 1-5—turun sebagai cahaya yang menembus zaman jahiliyah, mengubah arah hidup umat manusia.

Rasulullah SAW kala itu berkhalwat, menyendiri untuk mencari makna di tengah kegelisahan melihat kerusakan moral masyarakat. Tradisi tahannus yang dijalani masyarakat Quraisy menjadi latar dari pengasingan itu. Dan dari situ, datanglah malaikat membawa perintah pertama: bacalah.

Dari gua sempit itu, agama yang membawa rahmat bagi semesta dilahirkan. Sebuah cahaya yang kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia, menjelma menjadi tatanan peradaban yang luhur.

Pelajaran dari Langkah yang Tidak Instan
Perjalanan spiritual ini tidak mudah. Bahkan dengan adanya anak tangga dan titik istirahat hari ini, jemaah tetap merasa lelah. Maka, bayangkan perjuangan Rasulullah yang mendaki gunung itu setiap hari selama satu bulan—tanpa fasilitas, tanpa penerangan, hanya dengan semangat mencari kebenaran.

Gua Hira memang kecil, namun tempat itu memiliki ventilasi alami yang membuatnya nyaman—terlindung dari panas, bebas dari hujan. Lokasinya yang menghadap langsung ke Ka’bah mempertegas maknanya: bahwa segala pencarian akan kebenaran harus berorientasi pada arah yang benar.

Lebih dari Sekadar Destinasi Religius
Mendaki Jabal Nur bukan hanya kegiatan fisik, tetapi latihan rohani. Setiap langkah, setiap napas, mengajak pada perenungan tentang asal-usul ajaran, tentang bagaimana sesuatu yang besar bisa lahir dari tempat yang kecil.

Dari gua yang sempit itulah, sebuah agama besar menyala. Cahaya dari Jabal Nur terus bersinar, menembus sekat waktu dan ruang, menyinari hati jutaan manusia hingga hari ini. Sebuah perjalanan yang tidak instan, namun penuh makna dan pengorbanan. (*)



Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan