Januari Hingga Mei, 16 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Terjadi

Kepala DP3AKB Pesisir Barat, dr.Budi Wiyono, M.H.--

PESISIR TENGAH - Kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi persoalan serius yang harus mendapatkan perhatian bersama. Hal ini tercermin dari data yang dihimpun Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) pada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar). 

Kepala DP3AKB Kabupaten Pesbar, dr. Budi Wiyono, M.H., mengatakan bahwa, sepanjang Januari hingga Mei 2025 atau dalam kurun waktu lima bulan tersebut, tercatat sebanyak 16 kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak di Kabupaten Pesbar. Kasus kekerasan yang terjadi terdiri dari tiga kasus dengan korban perempuan dan 13 kasus yang melibatkan anak-anak, baik sebagai korban maupun pelaku.

“Dari total 16 kasus yang tercatat, tiga kasus merupakan kekerasan terhadap perempuan, yang terdiri dari satu kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan dua kasus persetubuhan. Sedangkan sisanya, yaitu 13 kasus, merupakan kasus yang melibatkan anak,” katanya.

Dijelaskannya, untuk kasus yang melibatkan anak, delapan di antaranya tergolong dalam kategori Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), sementara empat kasus lainnya adalah kasus persetubuhan terhadap anak. Lebih mirisnya lagi, terdapat satu kasus penganiayaan terhadap anak yang berujung pada kematian.

“Kita sangat prihatin dengan kondisi ini. Kasus kekerasan terhadap anak bukan hanya berdampak secara fisik, tetapi juga sangat memengaruhi kondisi psikologis dan masa depan mereka,” ujarnya.

Menurutnya, angka ini mungkin belum sepenuhnya mencerminkan jumlah kasus yang sebenarnya terjadi di lapangan, mengingat masih adanya korban yang enggan melapor karena tekanan sosial, rasa takut, atau minimnya akses informasi terhadap lembaga perlindungan.

“Dalam banyak kasus, korban seringkali merasa takut atau malu untuk berbicara, apalagi jika pelaku masih memiliki hubungan keluarga atau berada di lingkungan terdekat,” jelasnya.

Dikatakannya, hal inilah yang menjadi tantangan utama dalam upaya memutus mata rantai kekerasan. Untuk itu, DP3AKB Pesbar melalui UPTD PPA terus berupaya memperkuat sistem layanan perlindungan yang mencakup pendampingan hukum, layanan psikologis, hingga rujukan medis bagi korban kekerasan. Disisi lain, edukasi kepada masyarakat juga terus digencarkan, agar setiap warga memiliki pemahaman yang benar tentang hak-hak anak dan perempuan serta pentingnya melapor ketika terjadi kekerasan.

“Layanan kami terbuka bagi siapa saja yang membutuhkan bantuan atau ingin melapor. Kami memiliki petugas dalam menangani kasus kekerasan dengan pendekatan yang sensitif dan sesuai standar perlindungan,” ungkapnya.

Ditambahkannya, DP3AKB Pesbar menilai pentingnya pencegahan dini dengan pendekatan edukatif di sekolah dan masyarakat, termasuk kampanye perlindungan anak yang melibatkan tokoh agama, tokoh adat, dan pemuda di pekon-pekon. Menurutnya, peran keluarga sebagai benteng utama dalam melindungi anak perlu diperkuat melalui edukasi parenting dan penguatan ketahanan keluarga.

“Ketika orang tua mampu membangun komunikasi yang sehat dengan anak, memahami perkembangan psikologis mereka, dan hadir dalam kehidupan sehari-hari, maka potensi anak untuk terlibat dalam kekerasan akan jauh berkurang,” pungkasnya.(yayan/*) 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan