Harita Nickel Genjot Pabrik Quicklime Rp1,14 Triliun

Pembangunan pabrik pengolahan kapur tohor untuk menunjang efisiensi operasional smelter nikel, yang selama ini mengandalkan pasokan dari pihak ketiga. -Foto Harita Nickel-
Radarlambar.bacakoran.co – Komitmen Indonesia dalam mendorong hilirisasi mineral strategis terus diperkuat lewat ekspansi industri berbasis nikel di wilayah timur. Salah satu pemain utama sektor ini, PT Trimegah Bangun Persada Tbk atau Harita Nickel, melalui anak usahanya PT Cipta Kemakmuran Mitra (CKM), kini tengah membangun pabrik pengolahan kapur tohor (quicklime) di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Investasi proyek ini ditaksir mencapai sekitar US$70 juta atau setara Rp1,14 triliun (berdasarkan asumsi kurs Rp16.322 per dolar AS). Pabrik tersebut akan berperan sebagai fasilitas pendukung vital bagi proses pengolahan nikel di kawasan industri terintegrasi Harita Nickel yang telah beroperasi di pulau tersebut.
Menurut Direktur Utama Harita Nickel, Roy Arman Arfandy, pembangunan fasilitas quicklime ini merupakan upaya strategis perusahaan untuk meningkatkan efisiensi operasional. Selama ini, kebutuhan quicklime dipenuhi melalui pembelian dari pihak eksternal, yang tidak hanya memunculkan ketergantungan, tetapi juga menambah beban logistik dan fluktuasi biaya produksi.
Melalui keterangan resmi dalam gelaran Annual Public Expose Harita Nickel pada Rabu, 18 Juni 2025, Roy menjelaskan bahwa pabrik quicklime tersebut diharapkan menjadi solusi internalisasi rantai pasok material utama bagi proses pemurnian nikel, terutama dalam pengendalian kadar asam dalam larutan proses.
Progres Pembangunan dan Integrasi Industri
Per akhir kuartal pertama 2025, progres konstruksi pabrik quicklime ini telah mencapai sekitar 42 persen. Proyek tersebut dibangun berdampingan dengan infrastruktur pengolahan nikel lain di Pulau Obi, yang menjadikan kawasan ini sebagai salah satu klaster hilirisasi mineral paling aktif di Indonesia.
Selain fasilitas quicklime, Harita Nickel melalui entitas anak lainnya yakni PT Karunia Permai Sentosa (KPS), juga tengah melanjutkan pembangunan Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) ketiga. Dari total 12 jalur produksi yang dirancang, empat di antaranya sudah beroperasi penuh sejak triwulan pertama 2025. Fasilitas ini diperkirakan dapat menghasilkan 60 ribu ton kandungan nikel per tahun dalam bentuk feronikel (FeNi).
Fasilitas tersebut dirancang untuk mendukung ketahanan pasokan bahan baku industri logam nasional, sekaligus mengurangi ekspor bahan mentah yang sebelumnya dominan. Keberadaan RKEF ini juga melengkapi dua fasilitas utama lainnya milik Harita, yakni pabrik High Pressure Acid Leach (HPAL) dan RKEF sebelumnya yang telah beroperasi sejak beberapa tahun terakhir.
Dalam sektor hulu, Harita Nickel tidak hanya memperkuat sisi pengolahan, tetapi juga memperluas cadangan dan pasokan bijih nikel. Melalui PT Gane Tambang Sentosa (GTS), perusahaan telah melakukan kegiatan eksplorasi di wilayah seluas 438 hektare di pesisir selatan Pulau Obi, mencakup sekitar 1.800 titik pengeboran hingga Maret 2025.
Cadangan ini akan menjadi sumber utama bahan baku bagi fasilitas pengolahan terintegrasi di kawasan tersebut. Lokasi tambang yang dekat garis pantai juga memungkinkan efisiensi logistik, karena seluruh jalur distribusi akan terhubung melalui transportasi laut langsung ke kawasan industri.
Seluruh upaya ini sejalan dengan arahan pemerintah pusat dalam memperkuat hilirisasi mineral sebagai pilar transformasi ekonomi nasional. Dalam beberapa kesempatan, Kementerian Investasi/BKPM dan Kementerian ESDM menekankan pentingnya integrasi dari hulu ke hilir agar nilai tambah mineral strategis seperti nikel dapat dinikmati secara optimal di dalam negeri.
Roy Arman Arfandy juga menegaskan bahwa proyek-proyek strategis yang dijalankan Harita Nickel di Pulau Obi menjadi wujud nyata dari keberlanjutan investasi industri dan kontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja lokal, pengembangan infrastruktur daerah, serta dukungan terhadap target netralitas karbon nasional.
Pulau Obi kini menjadi salah satu contoh nyata bagaimana sebuah kawasan terpencil dapat berkembang menjadi simpul industri kelas dunia, melalui pendekatan hilirisasi berbasis sumber daya alam lokal yang dikelola secara terintegrasi dan berkelanjutan.(*/edi)