Gulai Gajeboh, Lezatnya Lemak Punuk Sapi yang Meleleh di Lidah

Gajeboh disebut-sebut sebagai makanan paling enak di Padang, Sumatera barat. -Foto _ Net.-

Radarlambar.Bacakoran.co - Kekayaan kuliner Minangkabau tidak hanya soal rendang atau dendeng balado. Namun ada juga yang menjadi kuliner khas yakni gulai gajeboh. Sajian ini bukan hanya menggugah sel-era, tapi juga menyimpan kisah sejarah kuliner yang panjang dan berakar kuat dalam budaya masyarakat Minang.

Gulai gajeboh menggunakan punuk atau sandung lamur. Komposisi dag-ing dan lemaknya bisa mencapai perbandingan 1:3. Justru bagian yang lebih banyak lemak inilah yang menjadi daya tarik utama. Lemaknya yang tebal namun lembut mampu memberikan rasa gurih yang khas, bahkan tanpa tambahan santan sekalipun.

Berbeda dari kebanyakan gulai Padang yang menggunakan santan sebagai bahan utama, gulai gajeboh lebih sering dimasak dengan kuah asam padeh. Cita rasanya yang pedas dan asam berpadu sempurna dengan kelembutan lemak daging, menciptakan sensasi rasa yang kompleks na-mun harmonis. Inilah alasan mengapa banyak penikmat kuliner me-nyebutnya sebagai makanan surga.

Namun, kenikmatan gulai ini datang dengan catatan. Karena lemaknya sangat dominan, konsumsi berlebihan tentu tidak disarankan bagi mereka yang memiliki masalah kesehatan, terutama kolesterol tinggi. Istilah tengkuk berat sering digunakan oleh masyarakat untuk menggambarkan sensasi setelah menikmati sajian ini dalam porsi besar semacam efek ken-yang yang menghentak di bagian leher dan kepala belakang.

Gulai gajeboh juga dikenal memiliki tiga tingkatan kelezatan, tergantung pada komposisi antara daging dan lemak. Tingkat pertama, ketika potongan daging lebih banyak daripada lemak, dianggap cukup gurih. Tingkat kedua, saat lemak lebih dominan, rasanya meningkat menjadi gurih. Dan tingkat paling tinggi adalah ketika seluruh potongan terdiri dari gajih murni, atau disebut sebagai gurih sekali oleh para penggemarn-ya.

Tidak hanya soal rasa, gulai gajeboh juga menarik dari sisi sejarah. Suma-tra Barat, khususnya pada abad ke-16, merupakan salah satu titik penting jalur perdagangan dunia. Letaknya yang strategis di pesisir barat Sumatra menjadikannya tempat persinggahan berbagai pedagang dari Timur Ten-gah dan India. Dari interaksi ini, lahirlah pengaruh kuliner yang kaya rempah, seperti penggunaan kapulaga, jinten, dan cengkeh, serta tradisi memasak dengan santan yang kemudian menyebar ke berbagai daerah di Nusantara.

Meski demikian, gulai gajeboh tetap menjadi pengecualian yang unik. Karena sudah memiliki kandungan lemak alami yang tinggi, sajian ini tidak membutuhkan santan sebagai penguat rasa. Rasa gurih yang dihasilkan justru berasal dari proses pemasakan lemak itu sendiri, yang dipadukan dengan bumbu khas Minang dan kuah asam yang menyegar-kan.

Secara visual, gulai gajeboh tampak menggoda. Potongan lemak yang mengkilap disiram dengan kuah rempah berwarna kemerahan. Aromanya yang tajam langsung memikat indra penciuman, dan ketika suapan per-tama masuk ke mulut, perpaduan rasa pedas, gurih, dan sedikit asam lang-sung menyebar di lidah. Lemaknya tidak membuat enek, justru lumer per-lahan, menciptakan sensasi lezat yang sulit dilupakan.

Namun sayangnya, tidak semua warung makan Padang menyajikan gulai ini. Di luar Sumatra Barat, hidangan ini termasuk langka dan hanya bisa ditemukan di warung tertentu yang memang menyediakan menu khas atau autentik. Kuncinya ada pada teknik memasak yang telaten dan pem-ilihan bahan segar, terutama bagian lemak sapi yang tidak terlalu keras. Setelah matang, sajian ini bisa menjadi bintang utama di meja makan, terutama bagi pencinta rasa gurih yang pekat dan otentik.

Gulai gajeboh bukan sekadar masakan. Ia adalah simbol warisan kuliner Minangkabau yang sarat sejarah dan nilai budaya. Dari perpaduan rasa hingga latar belakang rempah yang menyertainya, gulai ini menjadi bukti bahwa kelezatan bisa lahir dari kesederhanaan bahan asal diolah dengan cinta dan teknik yang benar.

Bagi para penikmat kuliner sejati, mencicipi gulai gajeboh adalah pen-galaman yang wajib dicoba setidaknya sekali dalam hidup. Rasanya yang unik, cara pengolahannya yang khas, serta kelezatan yang meledak di mulut menjadikannya sebagai salah satu permata tersembunyi dalam kha-zanah kuliner Nusantara.(yayan/*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan