Menapaki 488 Tangga Menuju Puncak Mando’o, Surga Alam dari Rote

Menikmati panorama keindahan dari atas Bukit Mando'o. -Foto Dok---

Radarlambar.Bacakoran.co - Pulau Rote, sebagai salah satu pulau terluar di selatan Indonesia, menyimpan beragam pesona alam yang belum banyak diketahui wisatawan. Selain pantainya yang memesona dan ombak yang terkenal di kalangan peselancar, pulau ini juga memiliki destinasi perbukitan yang patut dijelajahi. Bukit Mando’o terletak di Desa Kuli, Kecamatan Rote Timur, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. Untuk mencapai puncak bukit ini, pengunjung harus menapaki 488 anak tangga. Menariknya, karena pada awalnya hanya terdapat sekitar 300 tangga, masyarakat setempat pun sempat menjulukinya sebagai “Bukit Tangga 300”.

Perjalanan menuju puncak tidak terasa melelahkan karena di sepanjang jalur pendakian tersedia sejumlah bale-bale atau pondok kecil untuk beristirahat. Keberadaan pondok-pondok ini memberikan kenyamanan bagi pengunjung, terutama saat cuaca panas atau hujan turun. Tak hanya itu, suguhan pemandangan hijau dari Perbukitan Lole turut menemani langkah demi langkah selama mendaki.

Kontur tanah Pulau Rote yang didominasi perbukitan kapur tanpa adanya gunung berapi membuat kawasan ini memiliki bentang alam yang khas. Titik tertinggi di pulau ini pun tidak melebihi 1.500 meter. Namun, justru karena kontur yang relatif rendah inilah, Bukit Mando’o menjadi salah satu titik strategis untuk menikmati panorama alam Rote dari ketinggian secara luas dan leluasa.

Di atas sana, tersedia beberapa lopo-lopo tradisional yang bisa digunakan untuk beristirahat sembari menikmati keindahan alam. Dari puncak ini, pengunjung disuguhkan pemandangan 360 derajat yang memukau. Ke arah utara, terlihat hamparan hijau Perbukitan Lole.

Sementara di selatan, birunya Samudera Hindia terbentang luas sejauh mata memandang. Di sisi timur, perpaduan antara perbukitan Keka dan teluk tenang menjadi daya tarik tersendiri. Sedangkan ke barat, pemandangan Desa Kuli dengan area persawahannya menjadi pelengkap lanskap yang harmonis.

Sesekali, jika beruntung, pengunjung juga dapat melihat sekumpulan kera liar yang sedang mencari makan di sekitar area puncak. Suasana alami dan tenang membuat tempat ini cocok untuk merenung, beristirahat, atau sekadar menikmati hembusan angin dari atas ketinggian. Selain itu, Bukit Mando’o juga menjadi lokasi favorit untuk menyaksikan matahari terbenam.

Untuk menuju ke Bukit Mando’o, wisatawan harus terlebih dahulu menyeberang ke Pulau Rote dari Kota Kupang. Tersedia dua opsi perjalanan: udara dan laut. Jalur udara dilayani oleh maskapai Trans Nusa dan Susi Air dari Bandara El Tari Kupang menuju Bandara Lekunik di Rote. Jadwal penerbangan tersedia beberapa kali dalam seminggu, dengan tarif berkisar antara Rp200.000 hingga Rp300.000 sekali jalan, tergantung jadwal dan maskapai.

Kapal ferry berangkat setiap pagi dari Pelabuhan Bolok, Kupang, menuju Pelabuhan Pantai Baru di Rote dengan waktu tempuh sekitar 3 hingga 4 jam, tergantung cuaca. Biaya penyeberangan sebesar Rp54.000 per orang, dan bagi yang membawa kendaraan roda dua dikenakan tarif tambahan. Alternatif lainnya, kapal cepat dari Pelabuhan Tenau menawarkan waktu tempuh lebih singkat, hanya sekitar 1,5 hingga 2 jam, dengan tarif sekitar Rp160.000–Rp190.000 tergantung kelas layanan.

Sesampainya di Rote, perjalanan dilanjutkan menuju Kota Ba’a yang merupakan pusat kota pulau ini. Dari pelabuhan ke Ba’a, waktu tempuh sekitar 45 menit dengan jalur aspal mulus. Meskipun sebagian besar jalan menuju bukit sudah beraspal, beberapa titik menjelang lokasi masih berupa jalan berbatu.

Area parkir telah disediakan di kaki bukit untuk kendaraan pribadi atau sewaan. Fasilitas dasar lainnya juga cukup memadai. Tersedia toilet umum dan area istirahat yang nyaman. Namun, karena belum ada warung makan di sekitar lokasi, disarankan agar pengunjung membawa perbekalan sendiri, terutama air minum dan makanan ringan, yang bisa dibeli lebih dulu di kota Ba’a.

Bukit Mando’o bukan sekadar destinasi yang menawarkan panorama. Ia adalah tempat di mana alam dan perjalanan berpadu, mengajarkan arti usaha dan ketekunan sebelum mencapai puncak keindahan. Setiap anak tangga yang didaki bukan hanya langkah fisik, tetapi juga proses menuju pengalaman spiritual yang menenangkan. Dari puncaknya, pengunjung tidak hanya menyaksikan pemandangan, tetapi juga menyadari betapa kayanya alam Indonesia, bahkan di titik terujung sekalipun. (yayan/*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan