Mahalnya Harga Membela Israel: AS Kehilangan 20 Persen Stok Rudal THAAD Gegara Serangan Iran

Mahalnya Harga Membela Israel: AS Kehilangan 20 Persen Stok Rudal THAAD Gegara Serangan Iran. Foto/net--

Radarlambar.bacakoran.co – Ketegangan militer antara Iran dan Israel bukan hanya menjadi sorotan dunia karena intensitas serangannya, tapi juga karena dampak logistik yang dialami sekutu utama Israel: Amerika Serikat. Dalam konflik berdurasi 12 hari yang meletus pada Juni 2025, militer AS dikabarkan menguras hingga 20 persen stok global rudal THAAD demi membantu mempertahankan wilayah Israel dari gempuran rudal balistik Iran.

Tidak hanya itu, biaya bantuan militer ini ditaksir telah menembus angka US$ 1 miliar atau sekitar Rp16 triliun, mayoritas dihabiskan untuk peluncuran rudal pencegat canggih dan operasi militer pendukung lainnya. Skenario ini menggarisbawahi mahalnya pertahanan terhadap serangan rudal dibandingkan biaya serangan itu sendiri—sebuah ironi yang terus dihadapi kekuatan militer modern.

Gempuran Rudal Iran dan Kewalahan Sistem Pertahanan
Konflik memanas setelah Israel meluncurkan serangan udara ke beberapa fasilitas militer Iran. Sebagai balasan, Teheran menggempur dengan rudal hipersonik Fattah-1, serta rudal balistik seperti Emad, Ghadr, dan Kheibar-Shekan. Serangan itu menargetkan pusat-pusat vital di Israel, termasuk Tel Aviv dan instalasi militer strategis.

Untuk menahan gelombang serangan, Amerika Serikat segera mengerahkan sistem pertahanan THAAD (Terminal High Altitude Area Defense), bersama dengan sistem rudal Patriot dan kapal perusak Angkatan Laut di Mediterania. Namun, intensitas serangan Iran membuat sistem pertahanan berlapis Israel kewalahan.

Sementara THAAD dirancang mencegat rudal balistik di ketinggian tinggi, sistem ini memiliki keterbatasan. Tidak memiliki hulu ledak dan hanya efektif dalam radius terbatas, THAAD tidak dirancang untuk mempertahankan wilayah luas dari rentetan rudal skala besar yang berkelanjutan.

Stok Menipis, Kesiapan AS Dipertanyakan
Dalam waktu kurang dari dua minggu, AS menembakkan antara 60 hingga 80 rudal THAAD, yang masing-masing bernilai US$ 12–15 juta. Artinya, hanya dalam hitungan hari, militer AS membakar dana lebih dari Rp16 triliun, sekaligus mengurangi cadangan rudal THAAD global hingga 20 persen.

Padahal, AS hanya mengoperasikan tujuh baterai THAAD secara global. Setiap baterai menampung sekitar 48 rudal. Dengan ancaman geopolitik yang juga mengintai di kawasan Pasifik, Eropa Timur, dan Teluk, penipisan ini membuat strategi militer global AS berada dalam posisi rawan.

Efektivitas Dipertanyakan, Ilusi Pertahanan Dirobek Realita
Meski THAAD berhasil mencegat sejumlah rudal Iran, tidak semua serangan bisa ditahan. Beberapa rudal dilaporkan berhasil menembus pertahanan dan menghantam target di dalam Israel, termasuk wilayah dekat Bandara Ben Gurion.

Kegagalan ini mengulang catatan pada Desember 2024, saat THAAD gagal mencegat rudal Yaman. Dalam beberapa insiden, sistem rudal Arrow milik Israel bahkan harus turun tangan, atau justru tidak mampu mencegah kerusakan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: seberapa andal sistem pertahanan AS dan Israel di bawah tekanan nyata?

Ketergantungan Israel dan Biaya Asimetris
Bukan hanya soal teknologi, insiden ini menyingkap ketergantungan mendalam Israel terhadap perlindungan militer Amerika Serikat. AS tidak hanya menyuplai sistem rudal, tetapi juga terlibat langsung dalam operasi lapangan melalui armada laut dan udara.

Namun, bantuan semacam ini tidak datang tanpa konsekuensi. Selain finansial, pengurasan logistik skala besar ini menunjukkan bahwa pertahanan rudal tidak bisa terus-menerus menjadi sandaran dalam konflik modern, apalagi jika lawan menggunakan taktik serangan massal berlapis dan rudal-rudal hipersonik yang sulit dicegat.

Kampanye Regional yang Lebih Luas
Serangan Iran juga bukan aksi tunggal. Yaman, yang dikenal sebagai sekutu non-negara Iran, ikut meluncurkan rudal balistik Zulfiqar yang terbang sejauh 2.200 kilometer dan berhasil menghantam sasaran strategis di Israel. Aksi ini menunjukkan tingkat koordinasi baru dalam poros perlawanan terhadap Israel dan sekutunya, yang bisa memicu babak baru dalam ketegangan di Timur Tengah.

Kesimpulan: Kekuasaan Mahal dan Rapuh
Mahalnya biaya untuk mempertahankan Israel dari rentetan rudal Iran membuka tabir baru dalam dinamika militer global. Serangan balistik Iran telah membuktikan bahwa bahkan kekuatan militer terbesar di dunia tidak kebal terhadap tekanan logistik dan teknologi.

Dengan persediaan THAAD menipis dan keraguan atas efektivitas sistem pertahanan canggih, Amerika Serikat kini harus berhitung ulang. Apakah dominasi militer bisa terus dipertahankan di tengah ancaman baru yang lebih cepat, lebih pintar, dan lebih murah? (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan