Kelaparan Meluas, Gaza Hanya Terima 73 Truk Bantuan di Tengah Blokade Israel

Kelaparan Meluas, Gaza Hanya Terima 73 Truk Bantuan di Tengah Blokade Israel. foto/net--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – Di tengah klaim Israel yang menyatakan telah membuka koridor bantuan kemanusiaan menuju Jalur Gaza, realita di lapangan menunjukkan hasil yang sangat minim. Dalam 24 jam terakhir, hanya 73 truk bantuan yang berhasil memasuki wilayah tersebut, menurut laporan dari Kantor Media Pemerintah di Gaza pada Minggu (27/7/2025). Jumlah ini jauh dari kebutuhan harian Gaza yang mencapai sedikitnya 600 truk untuk memenuhi kebutuhan 2,4 juta warganya.

Pihak Gaza menegaskan bahwa bencana kelaparan telah mencapai skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Lebih dari 130 warga, termasuk hampir 90 anak-anak, dilaporkan telah meninggal akibat kekurangan makanan sejak agresi militer Israel dimulai. Otoritas setempat menuding Israel secara sengaja menciptakan kekacauan dan memperparah kondisi kelaparan sebagai bagian dari strategi perang.

Meskipun berbagai negara dan lembaga internasional mengumumkan rencana pengiriman bantuan dalam jumlah besar, hanya sebagian kecil yang berhasil mencapai Gaza. Beberapa bantuan bahkan dilaporkan dijarah atau terhambat karena pengawasan ketat dari otoritas Israel. Bantuan udara yang dijatuhkan pun dianggap tidak efektif, karena mendarat di zona pertempuran aktif yang tidak dapat dijangkau oleh warga sipil.

Gaza kembali mendesak agar seluruh penyeberangan perbatasan dibuka tanpa syarat. Mereka meminta pengiriman makanan pokok, air bersih, dan susu formula bayi dilakukan secara cepat dan tanpa hambatan tambahan.

Sementara itu, Israel menyatakan telah mulai menerapkan jeda pertempuran berskala lokal demi memfasilitasi pengiriman bantuan. Namun, laporan dari lapangan menunjukkan bahwa kondisi kemanusiaan masih memburuk secara drastis. Di sisi lain, Yordania bersama Uni Emirat Arab dilaporkan telah melakukan tiga kali pengiriman bantuan udara ke Gaza.

Krisis Menjadi Bencana Kemanusiaan

Gambar dan video yang beredar memperlihatkan warga Gaza dalam kondisi memprihatinkan. Banyak dari mereka tampak sangat kurus, bahkan ada yang nyaris hanya tinggal tulang, menunjukkan dampak parah dari dehidrasi dan kelaparan berkepanjangan. Blokade penuh yang diberlakukan Israel sejak Maret 2024 memperburuk situasi, menutup seluruh akses masuk bagi bantuan kemanusiaan.

Sejak awal agresi pada Oktober 2023, hampir 60.000 warga Palestina telah tewas, mayoritas di antaranya perempuan dan anak-anak. Tekanan internasional terhadap Israel terus meningkat, namun belum mampu menghentikan kekerasan di Gaza.

Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) menyebut bahwa kelaparan massal di Gaza bukanlah konsekuensi tak terduga, melainkan hasil dari kebijakan yang disengaja. Mekanisme distribusi bantuan yang dikembangkan bersama Israel dan AS, yakni Gaza Humanitarian Foundation (GHF), dinilai tidak efektif dan lebih menguntungkan kepentingan militer serta politik, alih-alih menyelamatkan nyawa.

UNRWA menegaskan bahwa sistem distribusi yang diberlakukan saat ini justru memperburuk krisis dan menyulitkan akses bantuan. Bahkan, sebanyak 6.000 truk bantuan milik badan tersebut masih tertahan di Mesir dan Yordania karena jalur masuk Gaza tidak dibuka.

PBB telah berkali-kali menyerukan agar mekanisme distribusi bantuan yang diawasi oleh lembaga internasional dikembalikan agar kelaparan dapat segera diatasi.

Respons Internasional dan Pernyataan Trump

Di tengah situasi ini, mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan bahwa Israel harus segera mengambil keputusan terkait kelanjutan operasi militer dan negosiasi penyanderaan. Ia juga menyebut bahwa Amerika telah memberikan bantuan senilai 60 juta dolar AS dalam dua pekan terakhir untuk membantu warga Gaza, namun merasa kontribusi itu kurang dihargai oleh komunitas internasional.

Trump menuduh kelompok Hamas telah mencuri sebagian bantuan yang masuk dan menjualnya, serta mendesak negara-negara lain untuk ikut memberikan bantuan kemanusiaan. Ia menekankan bahwa krisis Gaza bukan semata tanggung jawab AS, melainkan persoalan global yang memerlukan keterlibatan banyak pihak. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan