PPATK Temukan Ribuan Pegawai BUMN dan Dokter Terima Bansos

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (12102023). -Foto DokNet-
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap sejumlah kejanggalan dalam data penerima bantuan sosial (bansos) yang diajukan Kementerian Sosial (Kemensos). Temuan ini mencakup puluhan ribu penerima yang secara profil seharusnya tidak masuk kategori masyarakat miskin atau rentan.
Dari hasil penelusuran, PPATK mencatat 27.932 pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terdaftar sebagai penerima bansos. Selain itu, terdapat 7.479 penerima yang berprofesi sebagai dokter, serta lebih dari 6.000 orang yang bekerja di posisi eksekutif atau manajerial. Jumlah tersebut diperoleh dari analisis data satu bank yang menjadi bagian penyalur bantuan.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan, data tersebut harus segera ditindaklanjuti oleh Kemensos untuk memastikan penyaluran bantuan tepat sasaran. Menurutnya, verifikasi diperlukan guna memastikan apakah penerima yang masuk dalam kategori tersebut memang masih layak menerima bantuan atau tidak.
PPATK juga menerima sekitar 10 juta data rekening penerima bansos dari Kemensos. Dari jumlah itu, hanya 8.398.624 rekening yang teridentifikasi benar-benar menerima bantuan. Sisanya, sekitar 1,7 juta rekening tidak ditemukan bukti penyaluran bansos. Lembaga ini bahkan menemukan hampir 60 penerima bansos memiliki saldo rekening di atas Rp50 juta, tetapi tetap menerima bantuan.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf, atau Gus Ipul, sebelumnya telah menyatakan bahwa Kemensos akan menindaklanjuti temuan ini dengan memverifikasi ulang data penerima. Ia juga menegaskan bahwa dana bansos yang mengendap di rekening dormant akan ditarik kembali ke kas negara.
Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanul Haq menilai kasus ini menguatkan urgensi validasi data penerima bansos secara berkala. Ia mengapresiasi langkah Kemensos yang bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menindaklanjuti temuan, termasuk kasus penerima bansos yang terindikasi terlibat dalam aktivitas judi online.
Menurut Maman, perbaikan data tidak hanya untuk memastikan bansos sampai kepada yang berhak, tetapi juga untuk mencegah penyalahgunaan program bantuan negara. Ia menilai momentum ini seharusnya dimanfaatkan pemerintah untuk memperkuat upaya pemberantasan judi online dan pelanggaran hukum lainnya yang berpotensi memanfaatkan dana bansos.
Temuan PPATK ini menjadi catatan penting bagi pemerintah, mengingat program bansos merupakan instrumen strategis dalam menjaga daya beli masyarakat miskin. Tanpa data yang valid, tujuan program berisiko meleset dan justru dinikmati oleh kelompok yang tidak berhak.(*/edi)