Gibran Digugat Rp125 Triliun: Warga Sipil Tuntut Keabsahan Pencalonan Cawapres di Pemilu

Wapres RI Gibran Raka Bumi Raka. -Foto Kemenpora-
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO — Sebuah babak hukum baru tengah menguji legitimasi Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka. Warga bernama Subhan resmi mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang tidak hanya menyeret nama putra sulung Presiden Joko Widodo itu tetapi juga Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak yang turut bertanggung jawab.
Gugatan ini bukan perkara biasa. Subhan menuntut ganti rugi dengan nilai fantastis — Rp125 triliun, ditambah kompensasi senilai Rp10 juta sebagai bentuk kerugian yang ia klaim dialami oleh seluruh rakyat Indonesia akibat dugaan pelanggaran dalam proses pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden pada Pemilu 2024.
Perkara ini tercatat dalam register pengadilan dengan nomor 583/Pdt.G/2025/PN Jakarta Pusat dan telah diproses dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat. Gugatan resmi didaftarkan pada 29 Agustus 2025 dan persidangan pertama dijadwalkan berlangsung pada Senin, 8 September 2025.
Gugatan: Tidak Sekadar Uang, Tapi Soal Legitimasi
Dalam dokumen gugatannya, Subhan menegaskan bahwa pencalonan Gibran dinilai cacat hukum karena tidak memenuhi syarat konstitusional. Ia menuding terdapat pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan menilai bahwa tindakan KPU yang tetap meloloskan pencalonan tersebut merupakan bentuk kelalaian institusional.
Tak berhenti di situ, penggugat juga menuntut agar jabatan Gibran sebagai Wakil Presiden periode 2024–2029 dinyatakan tidak sah secara hukum. Jika majelis hakim mengabulkan tuntutan ini, maka keputusan tersebut bisa berdampak luas terhadap struktur kekuasaan nasional.
Lebih lanjut, Subhan juga meminta pengadilan untuk mewajibkan negara menjalankan seluruh isi putusan — meskipun ada upaya hukum lanjutan seperti banding atau kasasi dari pihak tergugat. Ia bahkan menambahkan permintaan pengenaan dwangsom atau denda keterlambatan sebesar Rp100 juta per hari, jika putusan tidak dilaksanakan tepat waktu.
Polemik yang Mengguncang Publik
Gugatan ini sontak menjadi sorotan publik. Selain karena menyasar salah satu tokoh paling berpengaruh di negeri ini, nilai ganti rugi yang diajukan pun luar biasa besar — melampaui APBD banyak provinsi di Indonesia.
Tak sedikit pengamat hukum dan politik yang menilai bahwa perkara ini bisa menjadi ujian penting bagi integritas sistem pemilu Indonesia. Di sisi lain, tidak sedikit pula yang meragukan kekuatan hukum dari gugatan tersebut, mengingat belum ada preseden kuat dalam sejarah Indonesia mengenai pembatalan jabatan wakil presiden melalui jalur perdata.
KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang ikut digugat, hingga kini belum memberikan tanggapan resmi. Demikian pula dengan pihak Istana, yang masih menahan diri dari memberikan komentar.
Menanti Keputusan Hukum yang Bersejarah
Dengan sidang perdana yang tinggal hitungan hari, masyarakat kini menantikan bagaimana proses hukum ini akan bergulir. Apakah pengadilan akan memproses gugatan senilai triliunan rupiah ini secara substansial, ataukah perkara ini akan gugur di tahap awal?
Satu hal yang pasti: perkara ini bukan hanya soal angka fantastis dalam gugatan, melainkan menyangkut keabsahan proses demokrasi di Indonesia. Seiring perhatian publik yang terus meningkat, sidang mendatang berpotensi menciptakan preseden baru dalam lanskap hukum dan politik nasional. (*/rinto)