Pemerintah Pekon Purajaya Bertindak Atasi Keluhan Sampah Pasar Pemkab
PENANGANAN sampah oleh aparat Pekon Purajaya Kecamatan Kebuntebu bersama DLH Lambar. Foto dok--
KEBUNTEBU – Permasalahan sampah yang menumpuk di belakang SDN 2 Purajaya, Kecamatan Kebuntebu, Kabupaten Lampung Barat, semakin memprihatinkan.
Kondisi tersebut tidak hanya mencemari lingkungan dan menimbulkan kesan kumuh, tetapi juga mulai mengancam kesehatan warga dan siswa di sekitar lokasi.
Pemerintah Pekon Purajaya pun akhirnya mengambil langkah cepat dengan melakukan penanganan darurat menggunakan anggaran Dana Desa. Dua unit armada pengangkut sampah dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dikerahkan untuk membersihkan tumpukan sampah tersebut.
Peratin Purajaya, Syamsu Kendar, S.Hut., menjelaskan bahwa sampah yang menumpuk di belakang sekolah tersebut bukan berasal dari lingkungan sekitar SD, melainkan merupakan kiriman dari Pasar Purajaya, yang merupakan aset milik Pemkab Lampung Barat.
“Sampah ini sebenarnya berasal dari aktivitas pasar. Karena tidak adanya tempat pembuangan akhir (TPA) atau kontainer resmi, masyarakat membuangnya sembarangan, dan akhirnya lokasi di belakang SD dijadikan titik pembuangan,” ujar Syamsu.
Ia menambahkan bahwa pemerintah pekon sudah beberapa kali melakukan pembersihan secara mandiri. Namun, keterbatasan fasilitas dan tidak adanya dukungan struktural dari Pemkab membuat masalah ini terus berulang.
“Ini sudah menjadi masalah menahun. DLH pernah menempatkan kontainer sampah di area pasar, namun sekarang tidak lagi ada. Dulu, pengangkutan sampah juga lambat, sehingga warga menolak keberadaan kontainer karena justru membuat area pasar semakin kumuh,” tegasnya.
Syamsu berharap agar Pemerintah Kabupaten Lampung Barat melalui dinas terkait, baik Dinas Koperasi dan Pasar maupun DLH, segera mengambil langkah strategis dan permanen.
Menurutnya, masalah ini bukan hanya menjadi beban pemerintah pekon semata, sebab sumber utama sampah berasal dari pasar kabupaten.
“Pasar itu milik kabupaten. Tapi yang kena dampaknya kami di pekon. Ketika lingkungan kotor, masyarakat justru menyalahkan kami sebagai pemerintah terdekat. Ini tidak adil,” keluhnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa Pemkab setiap tahunnya mendapatkan pendapatan dari retribusi pasar, namun alokasi untuk pengelolaan kebersihannya tidak jelas.
Warga sekitar pun mulai resah dengan kondisi tersebut. Selain mengganggu pemandangan dan mencemari lingkungan, tumpukan sampah juga menimbulkan bau tak sedap dan berpotensi menjadi sumber penyakit bagi anak-anak sekolah.
Dengan kondisi ini, masyarakat dan pemerintah pekon berharap adanya intervensi serius dari Pemkab Lampung Barat, termasuk pengadaan kontainer sampah permanen, pengelolaan sistem pengangkutan yang terjadwal, serta penempatan TPA yang strategis dan terkoordinasi. (rinto/nopri)