Tragedi Julian, DP3AKB Ingatkan Peran Keluarga dan Sekolah
foto dok--
PESISIR SELATAN - Tragedi meninggalnya Julian (13), siswa SMPN 12 Krui, Pekon Tanjung Jati, Kecamatan Pesisir Selatan Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar), usai terlibat perkelahian dengan teman sekelasnya, Senin, 29 September 2025, tidak hanya menyisakan duka mendalam bagi keluarga, tetapi juga menjadi pukulan keras bagi dunia pendidikan di Kabupaten Pesbar.
Peristiwa memilukan itu mendorong Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Pesbar untuk kembali mengingatkan pentingnya peran orang tua dan guru dalam mengawasi anak-anak, baik di lingkungan rumah maupun di sekolah.
Plt.Kepala DP3AKB Pesbar, Irhamudin, S.KM., mengatakan bahwa kasus ini harus dipandang sebagai peringatan serius bagi semua pihak. Menurutnya, keterlibatan aktif orang tua dan guru adalah kunci utama dalam mencegah anak-anak terlibat dalam tindakan kekerasan maupun perilaku yang berpotensi menimbulkan bahaya.
“Peristiwa yang menimpa Julian tentu membuat kita semua berduka. Namun di balik duka ini, ada pesan kuat yang harus kita ambil,” katanya.
Lanjutnya, anak-anak membutuhkan pengawasan yang lebih intens, baik di rumah maupun di sekolah. Orang tua tidak bisa melepaskan tanggung jawab begitu saja, sementara guru juga dituntut lebih proaktif dalam membina dan mengawasi interaksi para siswa. Menurutnya, banyak kasus kekerasan di kalangan pelajar bermula dari hal-hal sepele yang tidak segera ditangani.
“Kesalahpahaman kecil, ejekan, hingga perundungan yang dibiarkan tanpa penyelesaian dapat berkembang menjadi perkelahian serius,” ujarnya.
Karena itu, komunikasi yang terbuka antara orang tua, anak, dan guru sangat dibutuhkan untuk mendeteksi potensi masalah sejak dini. Anak-anak biasanya punya cara sendiri dalam mengekspresikan emosi. Ada yang diam, ada pula yang mudah meledak. Di sinilah pentingnya orang tua memahami kondisi psikologis anak, mendengarkan keluh kesah mereka, dan memberikan bimbingan.
“Sementara guru, karena sebagian besar waktu anak dihabiskan di sekolah, juga harus peka terhadap perubahan sikap maupun interaksi siswa di kelas,” jelasnya.
Ditambahkannya, sekolah tidak hanya berfungsi sebagai tempat menimba ilmu, tetapi juga wadah pembentukan karakter. Karena itu, peran guru sebagai pendidik sekaligus pembimbing moral menjadi sangat penting. Ia berharap para pendidik di sekolah mampu lebih sigap dalam mendeteksi potensi konflik di antara siswa, sehingga kasus serupa bisa dicegah. Artinya, guru bukan sekadar mengajar mata pelajaran, tetapi juga menjadi figur teladan bagi siswa. Mereka harus menjadi pihak yang dipercaya anak untuk bercerita dan meminta solusi ketika menghadapi masalah.
“Jika guru peka dan mau mendengarkan, banyak persoalan yang sebenarnya bisa diselesaikan tanpa harus berakhir dengan kekerasan,” jelasnya.
Selain itu, ia mengingatkan para orang tua untuk tidak hanya fokus pada capaian akademik, tetapi juga memperhatikan perkembangan emosional dan pergaulan anak. Menurutnya, membangun komunikasi yang hangat dengan anak merupakan investasi penting agar anak merasa didengar, dihargai, dan tidak mencari pelampiasan di luar kontrol orang tua.
“Orang tua perlu meluangkan waktu, walau sebentar, untuk mendengarkan cerita anak setiap hari. Dari obrolan sederhana itu, kita bisa tahu bagaimana pergaulan mereka di sekolah, apa yang membuat mereka bahagia, atau justru apa yang sedang mereka resahkan. Dengan begitu, potensi masalah bisa diantisipasi lebih cepat,” ujarnya.
Ditambahkannya, ia berharap tragedi yang menimpa Julian menjadi kasus terakhir yang terjadi di lingkungan pendidikan Pesbar. Ia menilai, momentum ini harus dijadikan refleksi bersama untuk memperkuat sistem pengawasan anak secara terpadu, dengan melibatkan keluarga, sekolah, masyarakat, serta pemerintah daerah. Artinya, semua pihak harus berperan. Pemerintah tentu memberikan dukungan melalui regulasi dan program, tetapi eksekusi di lapangan sangat bergantung pada keluarga dan sekolah.
“Jika orang tua peduli, guru aktif dan siswa mendapat ruang aman untuk tumbuh, maka insya Allah anak-anak kita bisa berkembang tanpa harus menghadapi ancaman kekerasan,” pungkasnya.(yayan/*)