AS Gelontorkan Rp340 Triliun untuk Perang Israel di Gaza

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam untuk mengerahkan Departemen Perang untuk memecah ribuan demonstran di Chicago. Foto AFP--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – Amerika Serikat (AS) disebut menjadi penopang utama keberlangsungan perang Israel di Gaza. Tanpa dukungan finansial dan militer dari Washington, operasi militer Tel Aviv di Timur Tengah diyakini tidak akan mampu bertahan.
Laporan terbaru Costs of War Project dari Brown University bersama Quincy Institute for Responsible Statecraft mengungkap, sejak Oktober 2023 hingga September 2025, AS telah mengucurkan lebih dari 21 miliar dolar AS atau sekitar Rp340 triliun untuk mendukung operasi militer Israel di Gaza dan kawasan sekitarnya.
Dana tersebut digunakan untuk bantuan langsung, suplai persenjataan, serta biaya operasional militer AS di Timur Tengah. Dengan skala pengeluaran sebesar itu, pasukan Israel dinilai tidak mungkin mampu melancarkan serangan besar-besaran ke Gaza, Iran, Lebanon, Suriah, dan Yaman tanpa campur tangan Amerika.
Selain menyokong logistik dan amunisi, Washington juga memberikan dukungan politik penuh di forum internasional. Dukungan bipartisan—baik dari pemerintahan Joe Biden maupun Donald Trump—memastikan arus suplai senjata dan kontrak pertahanan bernilai miliaran dolar terus mengalir ke Israel.
Israel sendiri tercatat sebagai penerima bantuan luar negeri terbesar dari AS, dengan rata-rata 3,3 miliar dolar AS per tahun dan total lebih dari 150 miliar dolar AS hingga 2022.
Namun, di tengah meningkatnya eskalasi perang, dukungan publik Amerika terhadap Israel mulai melemah. Survei Washington Post menunjukkan sebagian besar warga AS, termasuk komunitas Yahudi, kini menilai Israel telah melakukan kejahatan perang dan genosida di Gaza.
Analis menilai perubahan opini publik ini akan memengaruhi arah politik luar negeri AS ke depan. Para kandidat Partai Demokrat bahkan diprediksi tidak akan bisa memenangkan pemilihan pendahuluan 2028 tanpa mengakui peran Washington dalam tragedi kemanusiaan di Gaza.
Di sisi lain, kritik terhadap kebijakan anggaran AS semakin menguat. Banyak pihak menilai pemerintah terlalu mudah menggelontorkan dana besar untuk perang di luar negeri, namun gagal memperkuat jaring pengaman sosial bagi rakyatnya. Ketimpangan ini memperlihatkan dominasi industri pertahanan dalam politik AS, sementara rakyat menanggung beban melalui pajak yang terus meningkat.