Pemerintah Siap Berlakukan Pajak Pedagang Online Mulai Februari 2026

Ilustrasi. Pemerintah akan memungut pajak pedagang online Februari 2026 setelah sebelumnya ditunda.--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – Pemerintah memastikan kebijakan pajak terhadap pedagang online akan mulai diterapkan pada Februari 2026, setelah sebelumnya sempat mengalami penundaan. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah memperluas basis pajak dan menegakkan keadilan fiskal di tengah pesatnya pertumbuhan ekonomi digital.
Kepastian penerapan kebijakan tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto. Ia menegaskan bahwa aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 itu siap diimplementasikan mulai awal tahun depan. Regulasi ini mengatur pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5 persen terhadap pedagang online dengan omzet tahunan di atas Rp500 juta.
Kewajiban pajak akan diberlakukan bagi pelaku usaha digital yang berjualan melalui berbagai platform marketplace. Para pedagang diwajibkan menyampaikan bukti peredaran bruto kepada penyelenggara platform tempat mereka berjualan sebagai dasar pemungutan pajak. Langkah ini diharapkan mampu mendorong keteraturan administrasi keuangan di sektor perdagangan digital yang selama ini sulit diawasi karena karakter transaksinya yang lintas platform dan cenderung informal.
Kebijakan pajak digital ini sejatinya sudah disiapkan sejak era Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan sedianya berlaku pada 14 Juli 2025. Namun, pelaksanaannya ditunda menyusul pertimbangan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih pascapandemi. Menteri Keuangan Purbaya menilai, penerapan pajak pada sektor digital harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan guncangan terhadap sektor usaha mikro dan menengah yang masih bergantung pada aktivitas daring.
Purbaya menegaskan penundaan selama beberapa bulan terakhir dimaksudkan agar kebijakan pajak tersebut dapat berjalan bersamaan dengan kebijakan fiskal lain yang berorientasi pada penguatan likuiditas dan daya beli masyarakat. Ia menyebut, program penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di perbankan nasional akan menjadi instrumen penting untuk menjaga sirkulasi uang dan mendorong konsumsi, sebelum pajak terhadap pedagang online mulai diberlakukan.
Dengan diberlakukannya PPh 0,5 persen untuk pedagang online, pemerintah berharap dapat menciptakan level playing field antara pelaku usaha daring dan luring. Selama ini, pelaku usaha konvensional menilai adanya ketimpangan karena pedagang online tidak dikenai kewajiban pajak serupa, meski omzetnya jauh lebih besar.
Kementerian Keuangan menegaskan kebijakan ini bukan langkah represif, melainkan penataan sistem perpajakan agar lebih adil dan adaptif terhadap perkembangan ekonomi digital. Penerapan tarif ringan sebesar 0,5 persen dianggap cukup proporsional untuk mendorong kepatuhan pajak tanpa membebani pelaku usaha kecil.
Pemerintah menyiapkan masa transisi untuk memberikan ruang adaptasi bagi marketplace dan pelaku usaha digital. Dalam periode tersebut, DJP akan mengintensifkan sosialisasi dan penyediaan sistem pelaporan elektronik agar proses administrasi pajak dapat dilakukan dengan mudah dan transparan.
Purbaya menilai pajak digital akan menjadi sumber penerimaan negara yang potensial di masa depan, sejalan dengan meningkatnya kontribusi ekonomi digital terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Dengan penerapan kebijakan ini, Indonesia diharapkan mampu memperkuat kemandirian fiskal tanpa menghambat pertumbuhan sektor digital yang tengah menjadi motor ekonomi baru bangsa.