Pemohon Cabut Gugatan Uji Materiil dan Formil UU TNI di Mahkamah Konstitusi
Ilustrasi. Prajurit TNI yang mengikuti apel di kawasan Monas, Jakarta, beberapa waktu lalu. Foto CNN Indonesia--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji formil dan materiil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI pada Kamis (23/10). Namun, dalam sidang kelima tersebut, para pemohon mencabut gugatan mereka.
Sidang yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo itu menghadirkan Panglima TNI sebagai pihak terkait untuk dua perkara, yakni Nomor 68/PUU-XXIII/2025 dan Nomor 92/PUU-XXIII/2025.
Dalam persidangan, Prabu Sutisna, salah satu pemohon dalam perkara 68/PUU-XXIII/2025, menyampaikan alasan pencabutan gugatan setelah mendengarkan keterangan dari DPR RI dan Pemerintah pada sidang sebelumnya.
"Setelah mendengarkan keterangan dari DPR RI dan Pemerintah, kami menilai kewenangan pengujian UU TNI merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy). Selain itu, kami juga melihat masih banyak kekurangan dalam permohonan ini," kata Prabu di hadapan majelis hakim.
Hal senada disampaikan Tri Prasetio Putra Mumpuni, pemohon perkara 92/PUU-XXIII/2025. Ia mengaku mencabut permohonan karena alasan serupa dan keterbatasan biaya selama proses sidang berlangsung.
"Selain karena MK telah memutus perkara serupa sebelumnya dengan alasan open legal policy, kami juga menghadapi keterbatasan finansial karena saya hanya pemohon perseorangan," ujar Tri Prasetio.
Menanggapi hal itu, Ketua MK Suhartoyo menyatakan majelis akan mempertimbangkan pencabutan permohonan tersebut. “Kami akan mempertimbangkan penarikan kembali permohonan ini dan akan memberitahukan sikap Mahkamah terhadap permohonan tersebut,” ucapnya.
Dalam sidang itu, Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda Farid Maruf hadir mewakili Panglima TNI. Namun, lantaran para pemohon mencabut gugatan, keterangan dari Panglima tidak jadi dibacakan.
Perkara 68/PUU-XXIII/2025 menguji Pasal 47 ayat (1) dan (2) UU TNI terkait prajurit yang dapat menduduki jabatan sipil, yang dinilai berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan.
Sementara itu, perkara 92/PUU-XXIII/2025 menguji Pasal 53 ayat (4) mengenai batas usia pensiun perwira tinggi bintang empat yang dianggap membuka peluang penyalahgunaan kewenangan eksekutif.
Dengan dicabutnya dua permohonan ini, uji materiil dan formil terhadap UU TNI berpotensi berguguran, setidaknya hingga ada pihak lain yang kembali mengajukan gugatan baru.(*)