Kemenkeu RI Pastikan Utang Pemda ke APBN Berbunga Murah
 
                            Kantor Kementerian Keuangan RI. Foto Dok-Net--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa skema pinjaman pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (pemda) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2025 akan menggunakan bunga rendah. Kebijakan ini diharapkan menjadi alternatif pembiayaan baru yang lebih efisien bagi daerah, sekaligus memperkuat sinergi fiskal nasional.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, menjelaskan bahwa pinjaman tersebut merupakan salah satu instrumen pendanaan yang ditujukan untuk mempercepat pembangunan daerah di sektor strategis, terutama infrastruktur, energi, transportasi, dan air bersih.
Ia menyebutkan bahwa besaran bunga pinjaman akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur kebijakan pemberian pinjaman secara detail. Adapun mekanisme teknis, termasuk tata cara pencairan, penyaluran, dan pengembalian dana, akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) serta perjanjian pinjaman antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Menurut Deni, pemerintah pusat berkomitmen untuk menawarkan pinjaman dengan tingkat bunga rendah agar tidak membebani keuangan daerah. Skema ini sekaligus memberikan ruang fiskal lebih luas bagi pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan, tanpa harus bergantung pada utang luar negeri atau penerbitan obligasi daerah.
“Pinjaman ini diharapkan menjadi pendorong pembangunan nasional melalui pendanaan yang relatif murah, efisien, dan tetap akuntabel,” jelas Deni.
Kebijakan baru ini diatur secara komprehensif dalam PP Nomor 38 Tahun 2025 tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat, yang ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 10 September 2025. Aturan tersebut menjadi dasar hukum baru yang memungkinkan pemerintah pusat bertindak sebagai kreditur langsung bagi pemda, BUMN, maupun BUMD.
Sebelumnya, pemerintah daerah hanya mengandalkan transfer fiskal, seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), atau kerja sama dengan lembaga keuangan nasional. Melalui kebijakan baru ini, pemerintah pusat dapat menyalurkan pembiayaan langsung kepada daerah dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kehati-hatian sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 PP tersebut.
PP ini juga menegaskan bahwa setiap pemberian pinjaman harus bertujuan mendukung penyediaan infrastruktur publik, pelayanan umum, pemberdayaan industri nasional, pembiayaan sektor ekonomi produktif, serta program strategis pemerintah.
Lebih jauh, Pasal 7 PP 38/2025 mengatur bahwa seluruh kegiatan pinjaman dilakukan untuk dan atas nama pemerintah pusat, dan pengelolaannya berada di bawah tanggung jawab Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara (BUN). Setiap penyaluran dana pinjaman pun harus memperoleh persetujuan dari DPR RI, karena merupakan bagian integral dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau APBN Perubahan.
Sumber pendanaan untuk pinjaman tersebut akan berasal sepenuhnya dari APBN, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 8 PP 38/2025. Dengan demikian, seluruh proses pinjaman daerah akan tetap berada dalam kerangka fiskal nasional dan diawasi langsung oleh otoritas keuangan negara.
Kebijakan ini menandai perubahan penting dalam pola hubungan fiskal antara pusat dan daerah. Pemerintah ingin memastikan bahwa pembiayaan pembangunan daerah berjalan lebih efektif tanpa mengorbankan prinsip keberlanjutan fiskal. Pinjaman berbunga rendah diharapkan dapat menekan ketimpangan pembangunan antarwilayah sekaligus meningkatkan kualitas belanja daerah yang selama ini kerap tidak terserap optimal.
Sejumlah ekonom menilai langkah pemerintah membuka skema pinjaman antarlevel pemerintahan ini merupakan bentuk inovasi fiskal yang dapat mempercepat pembangunan, asalkan disertai sistem pengawasan yang kuat. Dengan bunga rendah dan prosedur yang transparan, pinjaman tersebut berpotensi menjadi solusi pembiayaan yang adil dan berkelanjutan bagi daerah.
Kemenkeu menegaskan, setiap pemerintah daerah penerima pinjaman wajib menyusun laporan penggunaan dana secara berkala, yang akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan dipantau oleh Kemenkeu untuk memastikan akuntabilitas penggunaan anggaran.
Melalui langkah ini, pemerintah pusat berharap daerah dapat mempercepat realisasi pembangunan strategis tanpa menambah beban fiskal jangka panjang, sekaligus memperkuat koordinasi vertikal dalam pengelolaan keuangan negara.(*/edi)
 
         
                                     
                                     
                                     
                                     
                                     
                                     
                                     
                                     
                                     
                                     
                                     
                                     
                                     
                                     
                                     
                                     
                                     
                                     
                                     
                                    