Pemerintah Pusat Perluas Kewenangan Migas hingga 200 Mil Laut

Ilustrasi aktivitas perusahaan migas. Foto Dok-Net--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi memperluas kewenangan Pemerintah Daerah Aceh dalam pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas bumi (migas) hingga ke wilayah laut sejauh 200 mil. Kebijakan ini menandai langkah besar dalam penguatan otonomi khusus Aceh, terutama di bidang energi dan sumber daya alam yang selama ini menjadi aspirasi masyarakat dan pemerintah daerah.

Kebijakan tersebut dituangkan dalam Surat Menteri ESDM Nomor T-465/MG.04/MEM.M/2025, yang ditandatangani oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada 23 Oktober 2025. Surat tersebut ditujukan kepada Gubernur Aceh, dan secara resmi memperluas jangkauan pengelolaan migas Aceh dari sebelumnya hanya 12 mil laut menjadi hingga 200 mil laut dari garis pantai.

Selama ini, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), kewenangan daerah tersebut hanya terbatas pada wilayah 12 mil laut. Dengan terbitnya surat baru ini, Pemerintah Pusat memberikan ruang bagi Aceh untuk berpartisipasi lebih luas dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya migas di kawasan laut lepas, yang selama ini sepenuhnya berada di bawah kendali pemerintah pusat melalui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas).

Langkah ini sekaligus menjadi tindak lanjut atas surat Gubernur Aceh tertanggal 11 Maret 2025, yang memohon perluasan kewenangan pengelolaan dan pengawasan operasi migas di atas 12 mil laut. Setelah melalui proses panjang dan pembahasan lintas kementerian, Menteri ESDM akhirnya menyetujui partisipasi Aceh dalam bentuk kerja sama antara SKK Migas dan Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).

Keputusan tersebut disambut positif oleh Pemerintah Aceh. Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh M. Nasir menyebut kebijakan ini sebagai tonggak sejarah baru dalam penguatan hak daerah terhadap pengelolaan sumber daya alamnya sendiri. Ia menilai perluasan kewenangan tersebut menjadi hasil dari perjuangan panjang berbagai pihak di Aceh, mulai dari DPRA (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh), BPMA, hingga dukungan masyarakat yang secara konsisten memperjuangkan agar kekayaan alam Aceh dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat daerah.

Dalam surat resmi itu dijelaskan, keikutsertaan Pemerintah Aceh dalam kegiatan pengelolaan migas di luar 12 mil laut akan difokuskan pada tiga bidang utama. Pertama, koordinasi dan penyampaian laporan kegiatan usaha hulu migas secara berkala untuk memastikan transparansi dan keterlibatan daerah. Kedua, partisipasi dalam kegiatan kehumasan serta fasilitasi perizinan agar seluruh aktivitas usaha migas berjalan selaras dengan kebijakan daerah. Ketiga, penerimaan salinan Plan of Development (PoD) sebagai bentuk pelibatan resmi Aceh dalam setiap tahapan perencanaan dan pengembangan proyek migas.

Nasir menilai kerja sama ini bukan hanya memperkuat posisi Aceh dalam tata kelola energi nasional, tetapi juga membuka peluang bagi peningkatan pendapatan daerah dan pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar wilayah operasi migas. Pemerintah Aceh berkomitmen menindaklanjuti arahan Menteri ESDM dengan memperkuat koordinasi bersama SKK Migas dan memastikan seluruh kegiatan tetap berpedoman pada kerangka hukum nasional yang berlaku.

Lebih jauh, Nasir menegaskan bahwa kebijakan ini memperlihatkan komitmen pemerintah pusat dalam menghormati kekhususan Aceh sebagaimana diatur dalam UUPA. Melalui prinsip kerja sama yang transparan, efektif, dan akuntabel, diharapkan hubungan pusat dan daerah dalam pengelolaan sumber daya alam semakin harmonis dan produktif.

Di sisi lain, Pemerintah Aceh juga memandang kebijakan ini sebagai peluang strategis untuk memperkuat kapasitas BPMA dalam menjalankan peran pengawasan, pelaporan, dan koordinasi operasional di lapangan. Dengan keikutsertaan hingga 200 mil laut, BPMA diharapkan dapat bertransformasi menjadi lembaga daerah yang tidak hanya berfungsi administratif, tetapi juga memiliki kemampuan teknis yang mumpuni dalam mendukung kegiatan eksplorasi dan produksi migas nasional.

Pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM menegaskan, prinsip kerja sama ini dilaksanakan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan hulu migas serta mendorong peningkatan produksi nasional. Dalam konteks nasional, langkah ini sejalan dengan strategi pemerintah memperkuat ketahanan energi serta menyeimbangkan peran daerah dalam pengelolaan sumber daya strategis.

Bagi Aceh, kebijakan ini membawa harapan baru. Selain membuka peluang kerja dan peningkatan pendapatan daerah, keikutsertaan dalam pengelolaan migas juga menjadi simbol kemandirian daerah yang berlandaskan sinergi dengan pemerintah pusat. Melalui pengelolaan bersama yang berlandaskan peraturan perundang-undangan dan prinsip kehati-hatian, Aceh kini memiliki kesempatan lebih besar untuk memastikan bahwa kekayaan sumber daya alam di wilayahnya dapat memberikan manfaat langsung bagi pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Langkah strategis Menteri ESDM Bahlil Lahadalia ini diharapkan menjadi model baru hubungan pusat dan daerah dalam tata kelola energi nasional. Keputusan tersebut tidak hanya menguatkan posisi Aceh sebagai daerah otonom khusus, tetapi juga memperkuat prinsip desentralisasi asimetris dalam praktik pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.(*/edi)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan