Manis Kenyal Kue Lumpang Gula Merah
Kue Lumpang _ Jajanan kuliner tradisional yang berasal dari Palembang. Foto _ Net.--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Di tengah maraknya jajanan modern yang terus bermunculan, masih ada sejumlah kue tradisional yang tetap setia mempertahankan pesonanya. Salah satunya adalah kue lumpang gula merah, camilan klasik asal Palembang yang hingga kini masih menjadi favorit banyak orang.
Dengan cita rasa manis legit dan tekstur kenyal yang khas, kue ini seakan membawa kembali kenangan masa lalu ketika aroma gula merah dan santan kukus merebak di dapur rumah-rumah tradisional. Nama “kue lumpang” sendiri berasal dari bentuknya yang unik dan menyerupai lumping, alat tradisional yang digunakan masyarakat zaman dahulu untuk menumbuk padi, kopi, atau biji-bijian.
Bentuknya yang sedikit cekung di bagian tengah menjadi ciri khas yang membedakannya dari kue basah lainnya. Meski tampil sederhana tanpa hiasan mencolok, kue ini justru memikat karena keautentikan dan rasa yang tak lekang oleh waktu. Bahan-bahan pembuatannya pun tergolong sederhana dan mudah dijumpai di dapur tradisional.
Tepung beras menjadi bahan utama yang memberikan tekstur kenyal lembut pada kue, sementara gula merah menghadirkan cita rasa manis alami yang harum. Biasanya, bahan tersebut dipadukan dengan santan untuk memperkaya rasa dan memberi aroma gurih yang lembut. Semua bahan kemudian diaduk hingga merata, lalu dikukus dalam cetakan kecil berbentuk bulat.
Proses pengukusan inilah yang membuat kue lumpang memiliki warna kecokelatan mengilap dan aroma khas yang menggoda selera. Kue ini biasanya disajikan dengan taburan kelapa parut yang telah dikukus dan diberi sedikit garam. Perpaduan rasa manis dari gula merah dengan gurihnya kelapa menciptakan sensasi yang seimbang di lidah.
Teksturnya yang lembut dan kenyal membuat siapa pun sulit berhenti setelah mencicipi satu potong. Tak heran jika kue lumpang sering dianggap sebagai salah satu jajanan pasar yang “bikin ketagihan”. Selain sebagai camilan harian, kue lumpang juga memiliki makna sosial dan budaya yang kuat. Di Palembang, masyarakat kerap menyajikan kue ini dalam berbagai acara adat dan perayaan keluarga, seperti hajatan, arisan, hingga kenduri.
Hidangan ini melambangkan kebersamaan, rasa syukur, dan keramahan tuan rumah kepada para tamu. Tradisi tersebut menjadi bukti bahwa keberadaan kue lumpang bukan sekadar soal rasa, melainkan juga bagian dari warisan budaya yang terus dijaga turun-temurun. Menariknya, meski telah berusia ratusan tahun, kue lumpang tidak kehilangan relevansinya di era modern.
Kini, banyak pelaku usaha kuliner yang kembali mengangkat pamornya dengan tampilan lebih modern namun tetap mempertahankan cita rasa asli. Inovasi pun bermunculan, misalnya dengan menambahkan warna alami dari daun pandan, ubi ungu, atau labu kuning. Varian tersebut tak hanya mempercantik tampilan, tetapi juga memperkaya cita rasa tanpa mengubah keaslian identitas kue lumpang gula merah sebagai jajanan tradisional khas Palembang.
Kue ini tergolong fleksibel untuk dinikmati dalam berbagai suasana. Ia bisa menjadi teman minum teh di sore hari, suguhan tamu saat acara keluarga, atau bahkan oleh-oleh khas daerah. Proses pembuatannya yang tidak rumit membuat banyak ibu rumah tangga senang membuatnya sendiri di rumah. Selain mudah, bahan-bahannya pun terjangkau dan tidak memerlukan peralatan modern. Kepraktisan inilah yang menjadikan kue lumpang tetap eksis di tengah masyarakat.
Lebih jauh dari sekadar camilan, kue lumpang gula merah menyimpan nilai filosofis yang mencerminkan karakter masyarakat Indonesia: sederhana, manis, dan penuh kehangatan. Setiap gigitan menghadirkan rasa yang mengingatkan kita pada masa kecil, masa ketika aroma kukusan kue basah menjadi penanda suasana rumah yang hangat dan akrab. Nilai kebersamaan itulah yang membuat kue ini tetap dicintai lintas generasi.
Kini, ketika banyak kuliner modern hadir dengan tampilan mewah dan rasa inovatif, kue lumpang tetap memiliki tempat istimewa di hati pencintanya. Keaslian rasa dan kesederhanaannya justru menjadi kekuatan utama yang membuatnya tidak pernah tergantikan. Ia bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga wujud nyata dari warisan budaya kuliner yang perlu dijaga.
Menikmati kue lumpang gula merah bukan hanya soal memanjakan lidah, tetapi juga tentang menghargai sejarah panjang dan tradisi yang menyertainya. Dalam setiap potongnya, tersimpan cerita tentang tangan-tangan terampil para pembuat kue di dapur tradisional, aroma daun pisang yang mengepul dari kukusan, serta kebahagiaan sederhana yang lahir dari cita rasa yang tulus. Kue ini mengingatkan kita bahwa kelezatan sejati tidak selalu datang dari hal yang rumit, melainkan dari kesederhanaan yang dibuat dengan sepenuh hati.(yayan/*)