Menyelami Keajaiban Ujung Kulon, Permata Alam di Banten
Jelajah ke destinasi wisata alam liar di Taman Nasional Ujung Kulon Kabupaten Pandeglang Banten. Foto ; Net.--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Indonesia dikenal luas sebagai negeri yang dikaruniai panorama alam menakjubkan. Dari pegunungan yang menjulang hingga pantai yang berkilau, setiap sudut Nusantara menyimpan pesona yang tak ternilai. Salah satu kawasan yang menggambarkan keindahan itu secara utuh adalah Taman Nasional Ujung Kulon, bentang alam yang memadukan pesona hutan tropis, keanekaragaman hayati, serta nilai sejarah yang tinggi.
Terletak di Kecamatan Sumur dan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, kawasan ini menjadi taman nasional tertua di Indonesia dan telah dikenal dunia karena keunikannya. Untuk mencapai lokasi ini, perjalanan dapat dimulai dari Pelabuhan Sumur yang berjarak sekitar 136 kilometer dari pusat Kota Serang. Dari sana, wisatawan dapat melanjutkan perjalanan menggunakan perahu motor selama kurang lebih dua jam menuju wilayah taman nasional yang menawan ini.
Sebelum dikenal sebagai kawasan konservasi, wilayah Ujung Kulon dulunya merupakan lahan pertanian dan perkebunan milik warga setempat. Namun, bencana besar meletusnya Gunung Krakatau pada tahun 1883 mengubah segalanya. Letusan dahsyat itu disertai tsunami dengan ketinggian gelombang mencapai 15 meter, menghancurkan hampir seluruh kehidupan di kawasan pesisir barat Pulau Jawa.
Meski sempat porak-poranda, alam menunjukkan kekuatannya untuk memulihkan diri. Dalam waktu beberapa tahun, vegetasi baru tumbuh subur, dan Ujung Kulon kembali menjadi rumah bagi berbagai jenis flora dan fauna. Salah satu keajaiban alam yang masih dapat ditemukan hingga kini adalah Pohon Kiara di Pulau Peucang.
Pohon berukuran raksasa ini dipercaya sebagai satu-satunya tumbuhan yang mampu bertahan dari letusan Krakatau, menjadikannya saksi hidup perjalanan waktu yang panjang, dengan usia yang kini diperkirakan telah melebihi seratus tahun. Keindahan Ujung Kulon telah menarik perhatian para ilmuwan sejak abad ke-19. Peneliti dari Belanda dan Inggris tercatat pernah melakukan kajian ekosistem di kawasan ini pada tahun 1846.
Seiring waktu, keistimewaan alamnya diakui secara internasional. Pada tahun 1992, Taman Nasional Ujung Kulon secara resmi diakui sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO, berkat kekayaan alam dan keunikan ekosistemnya yang tidak tergantikan.
Kawasan ini memiliki luas sekitar 122.956 hektare, dengan 44.337 hektare di antaranya berupa wilayah perairan. Kombinasi antara daratan dan lautan menjadikan taman nasional ini memiliki ekosistem yang beragam—mulai dari hutan pantai, hutan mangrove, hutan rawa air tawar, hutan hujan dataran rendah, padang rumput, hingga kawasan pesisir dengan panorama laut yang memukau.
Salah satu pengalaman menarik di Ujung Kulon dapat ditemukan di Pulau Handeuleum, tempat wisatawan bisa menyusuri Sungai Cigenter menggunakan kano atau sampan kecil. Perjalanan menyusuri sungai ini menawarkan pemandangan alami berupa hutan tropis yang rimbun di kedua sisi sungai. Namun, pengunjung disarankan untuk tetap waspada karena sungai ini juga menjadi habitat bagi ular sanca dan buaya muara yang hidup secara alami di kawasan tersebut.
Bagi wisatawan yang mencari suasana lebih tenang, Pulau Peucang merupakan pilihan ideal. Pulau ini menawarkan pantai berpasir putih dengan air laut sebening kristal serta fasilitas penginapan yang nyaman. Satwa liar seperti monyet ekor panjang, rusa, babi hutan, dan biawak kerap terlihat berkeliaran dengan bebas, memberikan pengalaman unik bagi para pengunjung.
Selain itu, perairan di sekitar pulau ini sangat cocok untuk kegiatan snorkeling. Terumbu karang berwarna-warni, hamparan padang lamun, serta ikan-ikan kecil yang berenang di antara karang menjadi daya tarik utama wisata bawah lautnya. Tidak jauh dari Pulau Peucang terdapat padang penggembalaan Cidaon, area terbuka yang menjadi habitat bagi banteng, rusa, dan burung merak hijau.
Aktivitas wildlife viewing atau pengamatan satwa liar di kawasan ini menjadi salah satu kegiatan favorit wisatawan yang ingin menyaksikan kehidupan hewan di alam bebas tanpa gangguan manusia. Petualangan berikutnya dapat dilanjutkan ke Pulau Panaitan, pulau yang menawarkan perpaduan antara keindahan alam dan sejarah kuno.
Vegetasi di pulau ini sangat beragam, terdiri atas hutan mangrove, hutan pantai, dan hutan hujan dataran rendah. Beragam satwa seperti kera ekor panjang, kancil, burung, hingga reptil besar seperti buaya dan ular python hidup berdampingan di dalamnya. Tak hanya itu, Pulau Panaitan juga menyimpan jejak peradaban masa lampau berupa Arca Ganesha di puncak Gunung Raksa, peninggalan zaman Hindu yang menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
Namun, pesona utama Ujung Kulon sesungguhnya terletak di Semenanjung Ujung Kulon, rumah terakhir bagi badak jawa bercula satu (Rhinoceros sondaicus). Satwa langka ini merupakan salah satu mamalia paling terancam punah di dunia, dengan jumlah populasi yang sangat terbatas. Untuk menjaga kelestariannya, kawasan habitatnya dijaga ketat dan tidak dibuka untuk umum. Upaya konservasi yang dilakukan di wilayah ini menjadi simbol penting bagi pelestarian satwa langka Indonesia.
Taman Nasional Ujung Kulon bukan hanya destinasi wisata alam, melainkan juga warisan ekologi yang menunjukkan betapa tangguhnya alam dalam memulihkan diri. Di balik keindahan pantai, hutan, dan satwa liarnya, tersimpan pesan kuat tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam. Oleh karena itu, mengunjungi Ujung Kulon tidak sekadar berwisata, tetapi juga belajar memahami bagaimana manusia dan alam semestinya hidup berdampingan.