Membedah Perbedaan Kue Pancong, Rangi dan Bandros
Kue Pancong salah satu kuliner jajanan yang legendaris. Foto ; Net.--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Dalam khazanah kuliner tradisional Indonesia, jajanan berbahan dasar kelapa selalu memiliki tempat khusus di hati penikmatnya. Diantara sekian banyak pilihan, kue pancong, rangi dan bandros sering kali menjadi perbincangan karena bentuknya yang mirip, tetapi sejatinya memiliki karakteristik yang berbeda.
Ketiganya sama-sama menawarkan cita rasa gurih khas kelapa, namun pemilihan bahan tambahan, komposisi adonan, hingga asal daerah membuat identitas masing-masing kue menjadi unik dan tidak dapat disamakan. Pada pandangan pertama, pancong, rangi, dan bandros mungkin terlihat serupa, terutama ketika disajikan dalam potongan memanjang yang hangat setelah keluar dari cetakan. Namun, kesan tersebut akan bergeser ketika seseorang mencicipinya.
Penggunaan kelapa parut sebagai bahan utama memang menjadi titik temu di antara ketiganya, tetapi setiap kue memanfaatkan bahan pendamping yang berbeda sehingga menghasilkan tekstur, aroma, serta profil rasa yang tidak sama. Hal inilah yang membuat ketiga kudapan tersebut tetap bertahan sebagai sajian khas di daerahnya masing-masing.
Kue pancong, misalnya, dikenal memiliki cita rasa gurih yang dominan. Adonannya diracik dari campuran kelapa parut, tepung beras, dan santan. Komposisi tersebut membuat teksturnya cenderung lebih padat, tetapi tetap lembut saat digigit. Karena tidak menggunakan gula di dalam adonannya, rasa asin-gurih dari kelapa dan santan menjadi karakter yang menonjol.
Biasanya, penjual hanya menaburkan sedikit gula pasir di permukaan pancong panas sebagai penyeimbang rasa. Meski sederhana, paduan tersebut justru menghadirkan sensasi khas yang sulit ditemukan pada kue tradisional lainnya. Berbeda dengan pancong, kue rangi menampilkan identitas rasa yang sedikit berbeda berkat penggunaan tepung sagu sebagai pengikat adonan.
Tepung sagu membuat tekstur rangi menjadi lebih kenyal dan agak padat, serta memberikan aroma khas yang membedakannya dari kue berbasis tepung beras. Kelapa parut tetap menjadi elemen utama, tetapi rangi biasanya disajikan dengan siraman gula merah cair yang dipanaskan hingga mengental. Perpaduan antara kelapa gurih dan manisnya gula merah menciptakan rasa yang lebih kaya. Tak heran bila rangi dianggap sebagai salah satu kudapan Betawi yang paling autentik karena mempertahankan metode pembuatan yang tradisional.
Sementara itu, bandros yang berasal dari Jawa Barat memiliki karakter yang berada di antara pancong dan rangi. Bahan dasarnya mirip dengan pancong—menggunakan tepung beras dan kelapa parut—namun ditambah telur ayam yang memberikan tekstur lebih lembut dan aroma lebih wangi. Telur membuat bandros terasa lebih moist dan sedikit empuk.
Rasa gurihnya tetap dominan, tetapi tidak seasat pancong karena ada unsur lembut dari telur. Beberapa penjual menyajikan bandros dengan taburan gula, tetapi banyak pula yang mempertahankan rasa originalnya tanpa pemanis tambahan untuk menjaga aroma kelapa tetap kuat.
Pemilihan bahan bukan satu-satunya elemen yang membedakan ketiga kue tersebut. Asal-usulnya pun mencerminkan keragaman budaya Indonesia. Pancong dan rangi dikenal luas sebagai bagian dari kuliner khas Betawi. Keduanya sering ditemukan di pasar tradisional, acara budaya, maupun gerobak jajanan khas Jakarta dan sekitarnya.
Sebaliknya, bandros telah lama menjadi ikon kuliner Jawa Barat dan mudah dijumpai di berbagai sudut kota Bandung, Bogor, hingga daerah-daerah pedesaan di sekitar Pasundan. Jika diperhatikan dari segi bentuk, pancong dan bandros memiliki tampilan yang paling mirip. Keduanya menggunakan cetakan kue pukis yang menghasilkan bentuk setengah silinder.
Ukurannya pun relatif sama, sehingga banyak orang sulit membedakan keduanya sebelum mencicipinya. Di sisi lain, kue rangi memiliki bentuk yang lebih mungil dan lebih pendek. Hal ini disebabkan cetakan rangi tidak memiliki cekungan seperti cetakan pukis, sehingga hasilnya lebih padat dan kecil. Bentuk minimalis tersebut justru membuat rangi memiliki ciri khas tersendiri yang mudah dikenali para pecinta jajanan tradisional.
Pada akhirnya, ketiga kudapan berbahan kelapa ini bukan hanya sekadar makanan ringan, tetapi juga bagian dari identitas kuliner Nusantara. Setiap daerah memiliki cara masing-masing dalam mengolah kelapa menjadi kue yang menggugah selera. Ada yang memperkuat rasa gurih, menonjolkan sensasi manis, atau mengombinasikan keduanya sehingga tercipta keselarasan rasa.
Pancong, rangi, dan bandros menjadi bukti bahwa bahan sederhana dapat menghasilkan ragam sajian yang berbeda, bergantung pada kreativitas masyarakat dalam meracik adonan dan mempertahankan tradisi. Kini, dengan mengenali perbedaan di antara ketiganya, pencinta kuliner dapat menikmati setiap kue dengan pemahaman yang lebih dalam.
Pancong menawarkan gurihnya kelapa yang sederhana, rangi membawa sentuhan manis dari gula merah, sementara bandros menghadirkan kelembutan khas berkat campuran telur. Keunikan inilah yang membuat ketiga jajanan tersebut layak dipertahankan sebagai bagian dari warisan kuliner Indonesia.(yayan/*)