Menkes RI Bongkar Oknum Kada Sunat Tunjangan Dokter 3T Rp30 Juta

Menkes Budi Gunadi Sadikin menyebut ada kepala daerah nakal menyunat tunjangan Rp30 juta bagi dokter di wilayah 3T yang diberikan Presiden Prabowo Subianto. Foto CNN Indonesia--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkap praktik memprihatinkan yang dilakukan sejumlah kepala daerah yang diduga menyunat tunjangan Rp30 juta bagi para dokter yang bertugas di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Padahal, insentif tersebut merupakan kebijakan khusus Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat layanan kesehatan di daerah yang paling membutuhkan tenaga medis.

Dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta, Kamis (13/11), Budi menyampaikan bahwa insentif itu diberikan kepada 1.100 dokter spesialis, subspesialis, hingga dokter gigi spesialis yang ditempatkan di wilayah 3T. Namun praktik penyunatan oleh oknum kepala daerah justru membuat program tersebut tidak mencapai tujuan penuh.

"Kita sudah kasih Rp30 juta untuk dokter spesialis di daerah tertinggal. Begitu insentif turun, beberapa kepala daerah ada yang nakal, dikurangi jatahnya," ujar Budi dengan nada kecewa. Ia mencontohkan kasus di mana dokter yang sebelumnya menerima tunjangan Rp20 juta dari pemerintah daerah, justru dipangkas setelah pemerintah pusat memberikan tambahan Rp30 juta.

Menurut Budi, langkah oknum kepala daerah yang mencabut tunjangan lama itu membuat dokter tidak memperoleh peningkatan kesejahteraan yang diharapkan. "Dokternya akhirnya tidak menerima tambahan yang semestinya. Padahal tujuan pemerintah itu jelas: membangkitkan semangat dan menambah daya tarik bagi dokter agar bersedia ditempatkan di daerah 3T," tegasnya.

Budi menekankan bahwa pemda tidak memiliki alasan untuk menarik tunjangan lama, karena insentif Rp30 juta dari Presiden sama sekali tidak dibebankan kepada anggaran daerah. Kebijakan ini diberikan dengan pertimbangan kesenjangan layanan kesehatan di banyak wilayah 3T yang selama bertahun-tahun kekurangan dokter.

Tunjangan khusus untuk dokter di daerah tertinggal ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81 Tahun 2025 yang ditetapkan pada 17 Juli 2025. Dalam Pasal 2 Ayat (1), tunjangan diberikan kepada dokter spesialis, dokter subspesialis, dokter gigi spesialis, serta dokter gigi subspesialis yang ditempatkan di Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK). Beleid tersebut secara jelas mencantumkan nominal tunjangan sebesar Rp30.012.000 sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 Ayat (2).

Kemenkes dalam bahan paparannya menegaskan bahwa insentif ini didesain untuk mendorong pemerataan layanan kesehatan nasional, sekaligus menutup disparitas fasilitas kesehatan antara wilayah perkotaan dan daerah 3T. Namun ulah sebagian kepala daerah justru berpotensi merusak desain kebijakan, termasuk melemahkan motivasi dokter yang sudah bersusah payah bertugas di wilayah sulit.

Isu penyunatan tunjangan ini juga memicu perhatian anggota DPR, yang menilai praktik tersebut tidak hanya melanggar etika administrasi, tetapi juga berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan tenaga kesehatan terhadap pemerintah daerah. Sejumlah legislator meminta Kemenkes melaporkan kepala daerah yang diduga melakukan pelanggaran agar dapat ditindaklanjuti oleh kementerian terkait atau aparat penegak hukum.

Praktik seperti ini, menurut pengamat kebijakan publik, mencerminkan masih lemahnya integritas birokrasi daerah dalam mengelola kebijakan pusat. Selain itu, pemotongan tunjangan dokter di 3T dapat berpengaruh langsung terhadap kualitas layanan kesehatan masyarakat setempat, yang selama ini mengandalkan dokter penugasan khusus sebagai ujung tombak pelayanan.

Pemerintah diminta memperketat mekanisme pengawasan pendistribusian tunjangan dan menyiapkan sanksi bagi daerah yang terbukti memanipulasi hak tenaga kesehatan. Kemenkes juga mempertimbangkan koordinasi lintas kementerian agar praktik serupa tidak terjadi berulang.

Budi menutup penjelasannya dengan mengingatkan bahwa kebijakan tunjangan Rp30 juta merupakan mandat langsung Presiden, sehingga tidak boleh dikurangi dalam bentuk apa pun. “Insentif ini adalah bentuk penghormatan negara kepada dokter yang bekerja di medan sulit. Jangan sampai ada pihak yang menghambat niat baik tersebut,” ujarnya.(*/edi)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan