Dugaan Penarikan Paksa Mobil Pajero, Keluarga Laporkan BCAF ke Polda
Kasus dugaan penarikan paksa mobil Mitsubishi Pajero milik keluarga Ivin Aidiyan Firnandes terus bergulir. Foto Dok --
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Kasus dugaan penarikan paksa mobil Mitsubishi Pajero milik keluarga Ivin Aidiyan Firnandes terus bergulir. Tak hanya soal kendaraan, keluarga korban juga melaporkan dugaan kebocoran data pribadi ke Polda Lampung.
Laporan tercatat dengan nomor STTLP/B/838/XI/2025/SPKT/Polda Lampung, melibatkan empat pihak, yaitu seorang debt collector berinisial AS, dua pegawai BCAF berinisial T dan R, serta BCAF sebagai korporasi.
Ivin Aidiyan Firnandes menceritakan peristiwa bermula pada 26 September 2025, ketika mobil Pajero yang digunakan keluarganya dihampiri sekelompok pria yang mengaku sebagai petugas penagihan di kawasan Masjid Airan Raya, seusai Salat Jumat. Petugas tersebut kemudian memaksa agar mobil diserahkan dan sempat terjadi keributan.
“Kami menolak menyerahkan kendaraan karena tidak ada dasar hukum yang jelas. Keluarga kami kemudian dibawa ke halaman Mapolda Lampung untuk mediasi dengan pihak perusahaan,” ujar Ivin.
Namun, pertemuan dengan perwakilan BCAF bernama Ahmad Saidar tidak menemukan titik temu. Pihak BCAF bersikeras mobil harus dibawa tanpa kompromi. Selain itu, keluarga Ivin juga menuding adanya kebocoran data pribadi milik kakaknya, NF, yang merupakan debitur. Data tersebut, menurut mereka, termasuk fotokopi KTP dan informasi kredit, ditampilkan tanpa izin oleh pihak debt collector.
Dalam laporannya, keluarga Ivin menilai tindakan BCAF melanggar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 22 Tahun 2023, khususnya Pasal 61, 64, dan 19, yang mengatur kerja sama penagihan, tata cara penarikan agunan, serta kewajiban menjaga kerahasiaan data konsumen.
“Penarikan agunan hanya boleh dilakukan melalui dua cara, yaitu penyerahan sukarela atau berdasarkan putusan pengadilan. Mobil kami justru diambil paksa tanpa dasar hukum. Pemberian kuasa penarikan kepada pihak ketiga seperti debt collector juga tidak dibenarkan oleh regulasi OJK. Apalagi data pribadi debitur diberikan tanpa izin tertulis,” tegas Ivin.
Melalui pelaporan ini, keluarga berharap aparat penegak hukum dapat menindak tegas pelanggaran tersebut, agar tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban praktik serupa, terutama terkait penarikan paksa dan kebocoran data pribadi hanya karena menunggak pembayaran. (rlmg/nopri)