Cegah Konflik Keagamaan, Kemenag Pesisir Barat Perkuat Sistem Deteksi Dini
Kantor Kemenag Kabupaten Pesisir Barat. foto ; dok.--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar) menegaskan komitmennya untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam mencegah potensi konflik sosial berbasis keagamaan melalui penerapan program Early Warning System (EWS).
Upaya ini diproyeksikan menjadi langkah strategis dalam membaca dinamika sosial masyarakat sejak dini, sehingga gejolak yang berpotensi mengganggu stabilitas daerah dapat diantisipasi sebelum berkembang menjadi konflik terbuka.
Plt. Kepala Kantor Kemenag Pesbar, Hi.Hikmat Tutasry, S.Pd., mengatakan bahwa wilayah Pesbar memiliki karakter masyarakat yang sangat beragam, baik dari sisi suku, agama, maupun budaya. Keberagaman tersebut selama ini menjadi kekuatan sosial yang menopang keharmonisan dan pertumbuhan wilayah, namun pada saat bersamaan juga memerlukan mekanisme pengawasan yang sistematis untuk mengantisipasi potensi gesekan akibat perbedaan pandangan, sosial, maupun nilai yang sensitif.
“Keragaman adalah kekuatan daerah kita. Namun potensi gesekan selalu ada jika tidak dipantau dengan baik. EWS menjadi instrumen penting untuk membaca situasi sejak dini, sebelum muncul dampak yang lebih besar,” katanya.
Menurut Hikmat, penguatan EWS dilakukan tidak hanya pada aspek dokumentasi dan pelaporan, tetapi juga melalui penguatan sumber daya manusia yang terlibat langsung dalam pemantauan kondisi sosial. Penyuluh agama disebut sebagai garda terdepan dalam implementasi sistem ini karena memiliki akses langsung ke masyarakat, memahami dinamika lapangan, serta sering berinteraksi dengan tokoh masyarakat dan komunitas keagamaan.
“Informasi yang dihimpun dari penyuluh agama, tokoh agama, forum kerukunan, serta laporan masyarakat umum akan menjadi bagian dari rantai deteksi dini yang saling terhubung dan terus diperbarui secara berkala,” jelasnya.
Lebih jauh, dirinya menekankan bahwa EWS tidak hanya bertumpu pada pemetaan kerawanan, tetapi juga menitikberatkan pada respons cepat sebagai tindak lanjut dari temuan di lapangan. Dalam konteks tersebut, kolaborasi lintas lembaga menjadi keharusan agar proses intervensi berjalan efektif. Kemenag Pesbar akan membangun pola komunikasi yang lebih intensif antar unit, termasuk dengan pemerintah daerah, kepolisian, dan tokoh lintas agama.
“Deteksi dini hanya akan efektif jika disertai tindak lanjut yang cepat dan terkoordinasi,” jelasnya.
Masih kata dia, kecepatan respons menjadi indikator keberhasilan utama dalam pelaksanaan sistem deteksi dini. Setiap tanda awal yang dianggap sebagai potensi masalah harus segera ditindaklanjuti melalui koordinasi terpadu antarinstansi, agar tidak berkembang menjadi persoalan yang lebih besar dan sulit dikendalikan.
“Begitu ada tanda awal, langkah respons tidak boleh lambat. Koordinasi harus langsung jalan, dan semua pihak bergerak sesuai tugas masing-masing. Ini yang sedang diperkuat,” jelasnya.
Ditambahkannya, seluruh penyuluh telah dibekali pemahaman mengenai modul EWS, termasuk metode analisis risiko, tata cara pelaporan berjenjang, serta mekanisme komunikasi yang sesuai dengan standar nasional Kemenag. Selain memperkuat kapasitas internal, Kemenag Pesbar juga menargetkan implementasi EWS dapat menjadi budaya kerja yang dilaksanakan secara berkelanjutan, bukan sekadar kegiatan sosialisasi atau formalitas administratif.
“Sistem ini akan memberikan manfaat nyata jika dihidupkan dalam rutinitas pengawasan dan pelayanan masyarakat oleh seluruh petugas. Kami berharap EWS tidak berhenti pada sosialisasi, tetapi benar-benar dihidupkan dalam keseharian petugas,” pungkasnya. (yayan/*)