Pandawara Ajak Publik Patungan Beli Hutan, Dukungan Mengalir di Tengah Banjir Sumatra
Pandawara Grup ajak warga patungan beli hutan usai banjir parah di Sumatra. Foto-Dok/Net--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO- Pandawara Group, kelompok aktivis lingkungan muda asal Bandung, kembali menarik perhatian publik setelah menggulirkan gagasan patungan membeli hutan yang terancam dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit atau lahan industri. Ajakan itu disampaikan melalui unggahan Instagram tepat saat bencana banjir bandang dan longsor melanda sejumlah wilayah di Sumatra, yang banyak dikaitkan dengan tingginya laju deforestasi. Dalam unggahan tersebut, mereka mengajak masyarakat berdonasi melalui tautan di biografi akun dengan pesan sederhana yu ah ceban pertama.
Gagasan itu sontak viral dan menuai dukungan luas. Respons publik datang beruntun, termasuk komitmen kontribusi sebesar Rp1 miliar dari musisi Denny Caknan. Banyak warganet dari berbagai daerah juga menyatakan kesediaan ikut berdonasi tanpa mempedulikan besaran nominal, sebagai bentuk keprihatinan bersama atas rentetan bencana hidrometeorologi yang kian sering terjadi.
Pandawara, yang beranggotakan lima pemuda Ikhsan Destian, Rafly Pasya, Agung Permana, Gilang Rahma, dan Muhammad Rifqi Sadulloh, bermula dari gerakan kecil membersihkan sungai di Bandung sejak 2022. Gerakan tersebut berkembang pesat menjadi aksi nasional, membersihkan kawasan ekstrem mulai dari sungai tercemar hingga pantai yang rusak. Nama Pandawara adalah gabungan Pandawa dan wara yang berarti kabar baik dalam bahasa Sunda, menggambarkan semangat mereka menghadirkan kebaikan di tengah krisis lingkungan.
Di sisi lain, para ahli menilai gagasan Pandawara muncul di momen yang tepat. Hatma Suryatmojo, Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi DAS UGM, menjelaskan bahwa bencana banjir bandang di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat yang terjadi pada akhir 2025 bukanlah peristiwa tunggal. Menurutnya, pola bencana hidrometeorologi meningkat dalam dua dekade terakhir akibat kombinasi faktor alam dan aktivitas manusia.
Hatma mengungkap deforestasi di kawasan hulu Sumatra telah berlangsung dalam skala besar. Di Aceh, hingga tahun 2020 masih terdapat sekitar 59 persen atau 3,37 juta hektare hutan alam. Namun, provinsi ini telah kehilangan lebih dari 700 ribu hektare hutan dalam periode 1990-2020. Di Sumatra Utara, kondisi lebih memprihatinkan. Tutupan hutan hanya tersisa sekitar 29 persen atau 2,1 juta hektare pada 2020. Ekosistem Batang Toru yang menjadi benteng terakhir hutan Sumut kini juga terdesak oleh konsesi perusahaan, penebangan liar, pembukaan kebun hingga aktivitas tambang.
Situasi tersebut juga tampak di Sumatra Barat. Provinsi itu tercatat memiliki proporsi hutan 54 persen dari total wilayah seluas 2,3 juta hektare pada 2020. Namun, Walhi mencatat sepanjang 2001-2024 Sumbar kehilangan 320 ribu hektare hutan primer dan total 740 ribu hektare tutupan pohon. Pada tahun 2024 saja deforestasi mencapai 32 ribu hektare, sebagian besar terjadi di lereng curam Bukit Barisan yang membuat risiko longsor dan banjir bandang kian meningkat.
Dukungan publik terhadap ajakan Pandawara menunjukkan adanya dorongan kuat dari masyarakat untuk mengambil bagian dalam upaya mencegah kerusakan lingkungan. Di tengah kondisi hutan yang terus menyusut dan bencana berulang, solidaritas masyarakat dinilai menjadi salah satu kunci meredam laju deforestasi di masa mendatang.(*)