Terkait Konflik Harimau-Manusia di BNS, Empat Kandang Jebak Dipasang Tim Gabungan

PANTAU HARIMAU: Tim Penanganan Interaksi Negatif Satwa Liar dengan Manusia, di Kecamatan Bandar Negeri Suoh (BNS) masih terus memantau dan mencari tanda-tanda keberadaan satwa harimau tersebut sekaligus memantau kandang jebak yang terpasang. Foto Dok --

BALIKBUKIT - Setelah sebelumnya dua unit kandang jebak/box trap dipasang oleh Tim Penanganan Interaksi Negatif Satwa Liar dengan Manusia, di Kecamatan Bandar Negeri Suoh (BNS) untuk melakukan upaya evakuasi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang telah menyerang dua orang warga hingga meninggal, kini tim kembali memasang dua unit, sehingga total empat unit kandang jebak telah terpasang.

Dua kandang jebak tersebut diterima oleh tim yang terdiri dari Balai Besar TNBBS, TNI, Polri, BKSDA, WCS, serta support dari Dirjen Gakkum Wilayah Sumatera, serta pihak yang terlibat lainnya tersebut berasal dari Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan (Sumsel).

Kepala Satuan (Kasat) Polisi Kehutanan (Polhut) BB-TNBBS Sadatin Misri, S.H, M.H., mengungkapkan, kedua unit kandang jebak tersebut juga terpasang di daerah Talang Rejo.

Lokasi tersebut, kata dia, dipilih untuk dilakukan pemasangan kandang jebak, mengingat tim telah menemukan tanda-tanda baru berupa jejak dari kucing besar yang dikenal sebagai raja hutan tersebut.

"Tim saat ini masih di lapangan memantau dan mencari tanda-tanda keberadaan satwa harimau tersebut sekaligus memantau kandang jebak yang terpasang," ujarnya.

"Kami juga terus mengimbau kepada masyarakat untuk tetap berhati-hati dan tidak melakukan aktifitas terlebih dahulu khususnya pada wilayah yang ditemukan adanya tanda-tanda jejak kaki dari satwa tersebut," sambungnya.

Lebih lanjut Sadatin mengungkapkan, terjadinya konflik antara manusia dan satwa liar harimau di Suoh dan BNS Lampung Barat ini karena perburuan mangsa harimau dan pembukaan lahan di kawasan hutan.

Sebelumnya, Sadatin mengungkapkan, semenjak kasus satwa yang terkena jerat pada 3 Juli 2019, pihaknya intens melakukan patroli perlindungan satwa. Menurut Sadatin, hampir tiap melakukan patroli pasti mendapatkan alat jerat baik berupa tambang, nilon untuk satwa mangsanya. 

Hal itu berkaitan kenapa satwa harimau bisa berburu sampai keluar karena jumlah populasi mangsanya yang berkurang. “Kita hubungkan dengan hasil-hasil yang kita dapatkan di lapangan saat patroli terkait jerat yang masih banyak. Ini memang perlu edukasi ke masyarakat. Ini menjadi evaluasi bagi kita semua, kenapa ini bisa terjadi ya banyak faktor,” sambungnya.

Selanjutnya, aktivitas pembukaan lahan yang dilakukan manusia juga bisa menjadi salah satu faktor konflik ini bisa terjadi.  “Karena sudah ada aktivitas dengan manusia, ya mungkin dia sudah berubah perilakunya, selama ini di alam bebas dia masih sering berhubungan dengan satwa mangsanya. Tapi dengan adanya bukaan lahan, aktivitas manusia masih ada di situ, tentunya karena hal itu dia bisa berubah tingkah lakunya,” tutupnya.

Untuk diketahui, Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang merupakan satwa endemik yang mendiami TNBBS kembali menerkam warga. 

Terakhir Sahri bin Saprak (28) warga Pekon Bumi Hantatai Kecamatan BNS menjadi korban ditemukan meninggal dengan kondisi mengenaskan.

Korban diterkam harimau saat melakukan aktifitas di kebun, sekitar menjelang dzuhur pada Rabu 21 Februari 2024, dan baru ditemukan sekitar pukul 02.00 WIB dini hari pada Kamis 22 Februari 2024.

Sebelumnya, Gunarso (47) warga Pemangku Sumber Agung II, Pekon Sumber Agung, Kecamatan Suoh, Kabupaten Lampung Barat ditemukan tak bernyawa dengan kondisi mengenaskan, pada Kamis malam 9 Februari 2024.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan