Radarlambar.bacakoran.co - Saat membahas terkait pembebasan Baitul Maqdis pada era Shalahuddin Al-Ayyubi, tidak sedikit pihak yang tidak memperdulikan peran dari kekhalifahan Abbasiyah saat itu. Padahal peran kekhalifahan Abbasiyah cukup signifikan.
Shalahuddin Al-Ayyubi merupakan orang yang sangat taat pada khalifah Abbasiyah. Penghormatan itu bermula dari keyakinannya akan kewajiban untuk menaati para khalifah Abbasiyah dan hal ini terlihat jelas dalam salah satu surat dari Al-Qadhi Al-Fadhil kepada Khalifah Ahmad An-Nasr Lidinillah setelah Shalahuddin berhasil menguasai Aleppo (Halab).
Dalam surat tersebut dijelaskan : "Tiga tujuan utama ini: Berjihad dijalan Allah, menahan diri dari mendzalimi hamba Allah dan menaati khalifah Allah. Itu merupakan maksud utama dari tindakan sang pelayan Shalahuddin al Ayyubi terhadap negeri yang dibukanya, serta kemuliaan dunia yang diberikan Allah. Allah Maha Mengetahui bahwa Dia tidak berperang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih nyaman, tapi hanya untuk mencapai tujuan-tujuan yang dianggap wajib." Maka terjadilah simbiosis mutualisme antara Dinasti Ayyubiyah (pemerintahan daerah) dengan Kekhalifahan Abbasiyah (pemerintahan pusat) kala itu.
Hubungan antara Shalahuddin Al-Ayyubi dengan Khalifah Abbasiyah tidak pernah buruk atau mencapai tingkat permusuhan. Meski terkadang sempat meredup, hubungan tersebut tidak pernah mencapai kebencian atau permusuhan.
Saat Shalahuddin menjabat sebagai wazir atau menteri dari Khalifah Fatimiyah Al-Adid pada tahun 567 H/1171 M. Itu setelah, Nuruddin Mahmud Zanki wafat, Tentara Salib memanfaatkan situasi kacau di Syam dan kemudian menyerangnya.
Shalahuddin berkirim surat keKhalifah Abbasiyah dengan menggambarkan situasi politik di Syam serta serangan Tentara Salib terhadap wilayah Muslim. Ia juga menjelaskan upayanya dalam mengakhiri Kekhalifahan Fatimiyah di Mesir, mengembalikan khutbah untuk Abbasiyah, dan usahanya melawan Tentara Salib yang menyerang Alexandria di Mesir, serta alasan ia menggabungkan Yaman ke dalam kekuasaannya.
Setelah surat panjang ini diterima, di mana ia juga merinci pencapaiannya yang menegaskan kesetiaannya kepada khalifah, Ia meminta agar mendapat legitimasi kekuasaannya. Ahmad An-Nasir Lidinillah sebagai Khalifah Abbasiyah yang ke-34, kemudian memberinya dukungan finansial, perlengkapan, dan tentara yang dikirim dari pusat kekhalifahan.
Selain itu, Ahmad An-Nasir Lidinillah juga memberinya jaringan mata-mata yang dimiliki kekhalifahan, yang berperan dalam mengumpulkan informasi tentang pasukan Salib. Hasyasyin atau Assasin adalah sempalan dari sekte Syiah Ismailiyah Nizariyah yang memisahkan diri dari Dinasti Fatimiyah pada akhir abad ke-5 Hijriyah.
Mereka merupakan detasemen khusus untuk melakukan operasi perlawanan khususnya para penguasa Sunni. Markas mereka berada di Iran, Iraq, Suriah hingga Lebanon, dibawah pimpinan Hasanas-Sabbah. Mereka juga melakukan penyusupan secara rahasia dan berani mati. Penyusupan mereka pun berhasil membunuh beberapa tokoh Penguasa Sunni diantaranya seperti Khalifah Al-Mustarsyid dan putranya ar-Rasyid Billah dari Abbasiyah, Perdana Menteri Dinasti Seljuk, Nizhamul Mulk, pendiri Madrasah Nizhamiyah, dan lain-lain. (*)