Soal Kebun Kopi Sengketa, Peratin Sidomulyo Arahkan Kedua Belah Pihak Musyawarah

Minggu 27 Oct 2024 - 19:10 WIB
Reporter : Rinto Arius
Editor : Nopriadi

PAGARDEWA – Menindaklanjuti sengketa kebun kopi dalam kawasan antara antara Sumiatun warga Pekon Sidomulyo, Kecamatan Pagardewa, Kabupaten Lampung Barat (Lambar), dengan keluarga IT, yang hingga sekarang belum menemui titik terang meskipun IT telah bersedia memberikan uang Rp100.000.000. 

Peratin setempat Sulistyo mengatakan, pihak pekon masih menengahi dengan upaya agar masalah tersebut dapat diselesaikan dengan musyawarah mufakat antar kedua belah pihak.

"Menimbang kedekatan dan kekerabatan serta hal lainnya yang terjalin baik selama ini antar warga, kami pihak pekon terus memberikan waktu kepada kedua belah pihak dapat menjalin kesepakatan dengan solusi terbaik prihal kebun kopi tersebut," katanya.

Sulistyo juga mengharapkan dukungan dari keluarga baik Sumiatun Maupun IT juga menjembatani penyelesaian sengketa. "Tentu jika diselesaikan dengan musyawarah antar kedua belah pihak dengan musyawarah yang baik insyaallah ada jalan dan tidak terjadi perselisihan," ujarnya.  

Sebelumnya dari  keterangan Herlina keluarga dari Sumiatun, pihak IT telah melakukan penawaran yakni pemberian uang Rp100.000.000, dalam dua kali pembayaran. Tahun ini Rp50.000.000 dan Tahun berikutnya Rp50.000.000.

"Meski begitu tante ku tidak mau, sebab kebun tersebut sudah miliknya sesuai dengan perjanjian lisan saat penjualan 14 tahun lalu. Dan dia tidak ada niat apa pun terkait kebun itu. Apakah dijual atau lainnya karena selama ini semua jiwa dan tenaga telah di curahkan dalam pengelolaan kebun hingga kondisinya seperti sekarang ini," katanya. 

Untuk diketahui kebun kopi yang menjadi sengketa antara Sumiatun dengan keluarga IT, yang diketahui merupakan suami dari seorang politisi masuk dalam Hutan Kawasan Lindung (HL) tepatnya RT 0008 RW 02 Talanggiarto.

Dimana status kawasan tersebut disampaikan baik oleh IT maupun Sumiatun, namun kewajiban terhadap negara berupa pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ditaati dengan melakukan pembayaran kepada pemerintah pekon yang mana tertera di kwitansi PBB. Kendati begitu, untuk pembayaran PBB dilakukan oleh Sumiatun selama 14 tahun terakhir.

 

Awalnya prihal pengakuan penyerobotan sebagaimana di sampaikan Sumiatun karena merasa dirugikan. Pengakuannya kebun kopi yang telah dikelola selama 14 tahun tiba-tiba diklaim oleh keluarga IT.

IT dan keluarganya, kata Sumiatun  mengklaim bahwa dirinya hanya mengelola kebun tersebut karena digadaikan, padahal tanah sekitar satu hektar setengah telah dibelinya dengan tiga kali pembayaran dalam waktu kurang dari satu tahun.

"Bagaimana tidak, saya sebutkan menyerobot mas, kebun yang sudah belasan tahun saya kelola tiba-tiba mereka datang dan menghentikan pekerja kebun saya dan langsung memupuk serta merawat kebun tersebut tanpa adanya komunikasi yang jelas dengan menyebutkan hanya akan mengganti uang yang telah mereka ambil dari saya dulu," katanya.

 Sumiatun juga menyampaikan, jika secara surat-menyurat pembelian tanah kebun tersebut memang tidak ada, karena saat proses pembelian hal itu dikarenakan pada saat itu IT mengatakan ti memerlukan itu.

”Tidak perlu memakai surat-menyurat kalau ada apa-apa itu urusan saya,” kata Ismiatun, menirukan apa yang disampaikan IT saat proses jual beli.

Dan sejak itu kami-pun menggarap perkebunan itu dengan tenang tanpa adanya gangguan sama sekali bahkan karena kami taat dengan pemerintah setiap tahunnya kami selalu melakukan pembayaran PBB. Jadi kenapa gara-gara harga kopi mahal dan kondisi kebun terawat lalu di iklim tanpa koordinasi dengan jelas,” katanya.

Kategori :