Sumiatun menduga, penyerobotan kebun kebun kopi tersebut, karena saat ini harga kopi tinggi mencapai 70.000 perkilogram sehingga mereka tertarik.
"Saya akan mengadukan ini ke aparat pekon, karena saya merasa lahan ini sudah saya beli dimana pembayaran pertama Rp15 juta, kedua Rp15 juta dan ketiga Rp20 juta. Setelah itu lunas baru lahan itu saat itu saya garap, karena sudah menjadi milik saya bukannya digadai," imbuhnya.
Terpisah IT tidak menyangkal jika masalah kebun tersebut dalam penyelesaiannya tengah dimediasi pihak pekon.
Menurutnya, sekitar tahun 2012 kebun itu digadaikan dan uang pertama debesar Rp20.000.000, kemudian uang kedua Rp30.000.000. yang memberikan dua kali uang gadai itu hanya dalam waktu satu bulan.
"Jadi yang mereka katakan tiga kali pembayaran itu tidak benar," katanya.
Dirinya juga menegaskan jika kebun tersebut merupakan warisan, namun pada waktu itu kondisi ekonomi keluarga masih sulit sehingga digadaikan.
IT juga membantah jika menyetobot tanpa koordinasi, itu juga tidak benar melainkan saat hendak mencabut kebun kopi tersebut anaknya yang datang dan membawakan uang gadaian sebesar Rp50.000.000 juta tetapi ditolak dan mengatakan jika sudah di jual.
Ia juga menjelaskan, alasan pengambilan kembali kebun kopi faktor harga kopi mahal. Justru sebelum diambil pihak Sumiatun dipersilahkan mengambil buah sampai pemutilan terakhir.
Status areal kebun kopi tersebut masih dalam wilayah hutan kawasan karena belum diurusnya surat Hutan Kemasyarakatan (HKm). (rinto/nopri)