Bamsoet Soroti Dampak Penghapusan Presidential Threshold oleh MK

Jumat 10 Jan 2025 - 07:05 WIB
Reporter : Mujitahidin
Editor : Mujitahidin

Rafarlambar.Bacakoran.co - Anggota Komisi III DPR RI yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet), menyampaikan pandangannya terkait implikasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus aturan presidential threshold. Keputusan MK No. 62/PUU-XXII/2024 ini diprediksi membawa dampak besar terhadap dinamika politik di Indonesia, terutama dalam penyelenggaraan pemilihan presiden (Pilpres) mendatang.

Menurut Bamsoet, penghapusan presidential threshold memberikan peluang yang lebih luas bagi partai politik untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden. Hal ini memungkinkan bertambahnya jumlah pasangan calon yang berkompetisi dalam Pilpres. Namun, ia juga mengingatkan bahwa peningkatan jumlah kandidat bukan selalu merupakan hal positif. Tantangan seperti fragmentasi politik, tingginya biaya kampanye, hingga potensi munculnya calon dengan kualitas rendah menjadi ancaman nyata.

Tantangan Baru dalam Sistem Pemilu

Bamsoet menjelaskan bahwa UUD 1945 Pasal 6A ayat 1 dan 2 mengatur mekanisme pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik sebelum pelaksanaan pemilu. Dengan dihapuskannya presidential threshold, pemerintah perlu mengatur strategi baru agar jumlah pasangan calon tidak berlebihan tetapi tetap menjaga kualitas.

Salah satu caranya kata Bamsoet dalam keterangannya Kamis 9 Januari 2025 kemarin yaitu dengan menetapkan batas minimal dan maksimal koalisi partai politik yang bisa mengusung calon presiden dan wakil presiden. Hal itu penting untuk menghindari dominasi partai tertentu sekaligus memastikan ada persaingan yang sehat.

Ia menambahkan bahwa sebelum keputusan MK ini, aturan presidential threshold mengharuskan partai atau gabungan partai memiliki setidaknya 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional sebagai syarat pencalonan pasangan calon presiden.

Risiko Peningkatan Jumlah Kandidat

Dihapuskannya presidential threshold membuka peluang bagi semua partai politik untuk mencalonkan kandidat mereka. Sehingga diprediksi pada Pilpres 2029 mendatang, jumlah pasangan calon presiden diperkirakan akan meningkat signifikan, dari tiga pasangan pada Pilpres 2024 menjadi empat hingga enam pasangan.

Namun, Bamsoet mengingatkan bahwa pengalaman di beberapa negara menunjukkan bahwa peningkatan jumlah kandidat dapat menurunkan kualitas kompetisi. Sebagai contoh, pada Pilpres Brasil 2018 yang diikuti 13 kandidat, banyak di antaranya dinilai kurang berpengalaman dan tidak memiliki visi yang jelas, sehingga membingungkan pemilih.

Ancaman Polarisasi dan Biaya Politik

Bamsoet juga menyoroti risiko polarisasi yang dapat muncul akibat bertambahnya jumlah pasangan calon. Dalam konteks Indonesia yang beragam secara etnis dan budaya, perpecahan politik dapat memperburuk kohesi sosial. Data survei dari LSI tahun 2023 menunjukkan bahwa tingkat polarisasi politik di Indonesia semakin meningkat, dengan 42% responden merasa politik nasional semakin terbagi dalam dua kubu besar.

Selain itu, Bamsoet mengingatkan bahwa bertambahnya kandidat akan meningkatkan biaya politik secara signifikan. Pilpres yang berlangsung lebih dari satu putaran akan membebani anggaran negara dan memicu praktik politik uang.

Langkah Strategis Menghadapi Perubahan

Untuk mengatasi dampak negatif penghapusan presidential threshold, Bamsoet menekankan pentingnya penguatan regulasi pemilu, seperti menetapkan standar kualitas kandidat dan meningkatkan transparansi dana kampanye. Edukasi politik kepada masyarakat juga perlu ditingkatkan agar pemilih dapat menentukan pilihan berdasarkan kualitas, bukan sekadar popularitas.

Ia juga mendorong partai politik untuk membina kadernya melalui pelatihan kepemimpinan. Dengan meningkatkan kapasitas kader, maka partai dapat mencalonkan pemimpin yang berkualitas dan siap memajukan bangsa.(*)

Kategori :