Radarlambar.Bacakoran.co – Kebijakan baru pemerintah Amerika Serikat (AS) berpotensi menghambat pendapatan produsen chip terkemuka, Nvidia. Langkah ini terkait pembatasan ekspor chip kecerdasan buatan (AI) ke berbagai negara, termasuk Indonesia, sebagai upaya mengendalikan distribusi teknologi prosesor yang semakin diminati.
Larangan tersebut mengecualikan negara-negara sekutu dekat AS, namun tetap diberlakukan ketat terhadap beberapa negara seperti Tiongkok, dengan tujuan menghambat pemanfaatan chip canggih untuk peningkatan kemampuan militer.
Permintaan yang meningkat terhadap chip AI telah mengangkat Nvidia menjadi salah satu perusahaan dengan nilai pasar tertinggi, melampaui angka US$3 triliun. Namun, pembatasan ini dinilai akan mempersulit pertumbuhan pendapatan perusahaan.
Seorang analis dari D.A. Davidson, Gil Luria, menyatakan bahwa separuh pasar Nvidia akan terdampak oleh aturan ini.
“Pendapatan Nvidia 56 Persen berasal dari luar AS danTiongkok sumbang 17 persen penjualan,” ujarnya.
Langkah pembatasan tersebut juga mendapat tanggapan dari Nvidia. Menurut Wakil Presiden Urusan Pemerintah Nvidia, Ned Finkle, kebijakan ini berpotensi melemahkan posisi Amerika dalam kepemimpinan teknologi AI global.
Kategori Pembatasan Ekspor
Kebijakan baru yang direncanakan mulai berlaku pada 10 Januari tersebut akan mengelompokkan negara-negara penerima chip AI ke dalam tiga kategori.
1. Tier 1: Negara-negara seperti Uni Eropa, Kanada, dan Australia tetap bebas mengimpor perangkat keras AI dari AS.
2. Tier 2: Termasuk Indonesia, pembatasan diterapkan dengan kuota maksimum 50.000 unit GPU antara tahun 2025 dan 2027.
3. Tier 3: Negara seperti Tiongkok dan Rusia tidak diperbolehkan mengimpor chip AI maupun perangkat keras terkait lainnya.
Langkah ini dinilai sebagai upaya strategis AS dalam menjaga keunggulan teknologinya di tengah persaingan global yang semakin ketat. (*)
Kategori :