Radarlambar.bacakoran.co- Pemerintah Indonesia tengah merancang pendekatan khusus dalam menghadapi perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang semakin pesat.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Nezar Patria, menyampaikan bahwa AI memiliki potensi besar dalam berbagai sektor, namun juga membawa risiko yang harus diantisipasi.
Sebagai bagian dari upaya mitigasi, pemerintah saat ini sedang menyusun regulasi yang bersifat mengikat secara hukum untuk memastikan AI berkembang secara positif dan aman.
Sebelumnya, regulasi terkait AI telah dimulai dengan penerbitan Surat Edaran (SE) tentang etika AI pada 2023. Selain itu, payung hukum yang digunakan dalam pengembangan AI juga mencakup Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Regulasi lain yang menjadi acuan adalah Peraturan Menteri terkait Penyelenggara Sistem Elektronik (Permen PSE), yang memberikan panduan dalam penerapan AI yang etis dan bertanggung jawab.
Dalam pengelolaan AI, pemerintah mengadopsi strategi berbasis tiga pilar utama, yaitu kebijakan (policy), pengembangan sumber daya manusia (people), dan infrastruktur teknologi (platform).
Pada aspek kebijakan, pemerintah berupaya menyeimbangkan antara regulasi yang memberikan kepastian hukum dan kebijakan yang tetap mendukung inovasi.
Pendekatan regulasi dilakukan dalam dua dimensi, yaitu horizontal dan vertikal. Pendekatan horizontal mengacu pada penerapan norma dasar yang berlaku lintas sektor, sedangkan pendekatan vertikal berfokus pada regulasi yang spesifik untuk setiap sektor, seperti kesehatan dan transportasi.
Dalam hal pengembangan sumber daya manusia, pemerintah mengakui bahwa Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain dalam ketersediaan talenta AI. Oleh karena itu, berbagai inisiatif sedang dilakukan untuk meningkatkan kompetensi di bidang ini, termasuk melalui kerja sama dengan universitas, perusahaan teknologi, komunitas pengembang AI, dan masyarakat sipil.
Untuk meningkatkan kapasitas talenta digital, pemerintah juga membangun sembilan balai pelatihan Digital Talent Center (DTC) yang tersebar di berbagai daerah di luar Pulau Jawa.
Pusat pelatihan ini difokuskan untuk menjembatani kesenjangan pengembangan AI antara Jawa dan luar Jawa, dengan pusat pelatihan yang sudah dibangun di Papua, Sumatera, dan Kalimantan.
Dari sisi infrastruktur teknologi, pemerintah mendorong adopsi AI yang lebih luas dengan memperkuat kolaborasi antara berbagai pihak untuk menciptakan ekosistem AI yang inklusif. Langkah ini diharapkan dapat memastikan bahwa pemanfaatan AI tidak hanya menguntungkan industri besar, tetapi juga mendukung perkembangan bisnis skala kecil dan menengah di Indonesia.(*)