RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – PT Pertamina (Persero) tengah menghadapi kasus hukum terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang melibatkan subholding serta kontraktor kontrak kerja sama dalam periode 2018-2023.
Kejaksaan Agung saat ini masih mendalami kasus tersebut guna mengungkap adanya potensi pelanggaran yang berdampak pada industri energi nasional.
Di tengah proses hukum yang berlangsung, kebutuhan minyak mentah dan BBM Indonesia masih bergantung pada impor.
Produksi minyak dalam negeri belum mampu memenuhi permintaan, sehingga sekitar 42% kebutuhan minyak mentah dan 42% kebutuhan produk BBM masih harus didatangkan dari luar negeri.
Langkah ini dinilai penting untuk menjaga ketahanan energi serta memastikan pasokan tetap tersedia bagi masyarakat.
Meski demikian, kasus yang sedang diselidiki menjadi momentum bagi Pertamina untuk meningkatkan transparansi dan memperbaiki tata kelola.
Perusahaan berencana menutup berbagai celah yang selama ini dimanfaatkan oleh oknum tertentu, agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap keuangan negara maupun kinerja perusahaan.
Selain itu, Pertamina bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan terus berkoordinasi guna mengevaluasi proses impor minyak yang berjalan saat ini.
Salah satu langkah yang diambil adalah memperbaiki mekanisme pengadaan minyak dari luar negeri agar lebih efisien dan akuntabel.
Di sisi lain, seiring dengan pertumbuhan industri dan meningkatnya kebutuhan energi, pemerintah tetap berupaya menekan angka impor demi mencapai kemandirian energi.
Dengan tata kelola yang lebih baik, diharapkan impor minyak dan BBM dapat dikendalikan secara lebih optimal tanpa mengganggu pasokan dalam negeri.
Upaya ini menunjukkan komitmen Pertamina dalam memperbaiki sistem pengelolaan energi nasional, sekaligus memastikan kebijakan impor tetap berjalan sesuai dengan prinsip transparansi dan efisiensi. (*)