BI Andalkan Strategi Triple Intervention Hadapi Tekanan dari Tarif Impor AS

Sabtu 05 Apr 2025 - 18:21 WIB
Reporter : Mujitahidin
Editor : Mujitahidin

Radarlambar.Bacakoran.co — Bank Indonesia (BI) mengambil langkah sigap dalam merespons dinamika pasar global yang dipicu oleh kebijakan baru Amerika Serikat terkait tarif impor. Guna menjaga kestabilan nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian ekonomi global, BI mengaktifkan strategi triple intervention di tiga pasar sekaligus: spot, domestic non-deliverable forward (DNDF), dan surat berharga negara (SBN).

 

Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa gejolak di pasar keuangan global semakin meningkat setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif dasar sebesar 10% untuk semua impor, dengan beberapa negara—termasuk Indonesia—menghadapi tarif lebih tinggi mencapai 32%.

 

Ramdan dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu 5 April 2025 mengatakan pasar saham global mengalami tekanan, dan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS berada di level terendah sejak Oktober 2024. Dalam kondisi ini, BI tetap hadir di pasar untuk memastikan nilai tukar rupiah tetap stabil.

 

Strategi triple intervention ini, lanjutnya, merupakan bentuk nyata komitmen BI untuk menjaga kepercayaan pelaku pasar terhadap fundamental ekonomi nasional. "Kami pastikan ketersediaan likuiditas valuta asing tetap mencukupi, baik untuk kebutuhan perbankan maupun sektor riil," tambahnya.

 

Kebijakan tarif tinggi dari AS dinilai sebagai bentuk retaliasi terhadap kebijakan perdagangan sejumlah negara terhadap produk-produk asal Negeri Paman Sam. Indonesia termasuk di antara negara yang terdampak langsung dari keputusan tersebut.

 

Menanggapi perkembangan ini, Didin S. Damanhuri, Guru Besar Ekonomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan salah satu pendiri INDEF (Institute for Development of Economics and Finance), memperkirakan bahwa tekanan terhadap rupiah akan semakin besar. Ia bahkan menyebutkan kemungkinan nilai tukar menembus angka Rp17.000 per dolar AS jika eskalasi terus berlanjut.

 

Didin dalam sebuah diskusi ekonomi mengatakan bahwa dalam jangka pendek, volatilitas rupiah sangat mungkin meningkat tajam, karena itu diperlukan langkah yang tidak hanya reaktif tapi juga antisipatif dari otoritas moneter dan fiskal.

 

Langkah-langkah BI ini dipandang penting untuk menjaga stabilitas makroekonomi nasional, terlebih saat dunia masih dibayangi ketegangan geopolitik dan tren proteksionisme perdagangan global.(*)

Kategori :