Radarlambar.bacakoran.co -Setiap kali kita menikmati buah-buahan yang segar, sering kali kita teringat akan pepatah yang berkata, "Pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, dan pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik" (Lukas 6:43). Begitu pula dalam kehidupan kita. Apa yang kita hasilkan dari tindakan dan keputusan kita mencerminkan kualitas diri kita, dan pada akhirnya, mempengaruhi orang-orang di sekitar kita.
Seperti keluarga saya yang gemar mengonsumsi buah-buahan bergizi seperti alpukat dan pisang, kami mengajarkan anak kami untuk menanam pohon buah. Tujuan kami bukan hanya untuk menikmati buahnya nanti, tetapi juga untuk menanamkan filosofi dalam hidup bahwa setiap pohon yang kita tanam harus memberi manfaat—seperti halnya buah yang baik berasal dari pohon yang baik.
Filosofi Pohon Pisang: Menghasilkan Buah Sekali Seumur Hidup
Mari kita ambil pohon pisang sebagai analogi untuk kehidupan kita. Pohon pisang bukanlah pohon yang sangat kuat seperti pohon kelapa atau pohon durian yang bisa bertahan lama dan memiliki batang kokoh. Sebaliknya, pohon pisang memiliki batang yang rapuh dan mudah roboh. Tetapi ada satu hal yang luar biasa tentang pohon pisang: meskipun rapuh, ia mampu menghasilkan buah yang manis dan bergizi. Bahkan, hampir semua bagian pohon pisang—dari pelepah daun, bonggol, hingga jantung pisang—dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan manusia.
Pohon pisang memiliki filosofi hidup yang sangat sederhana namun penuh makna: hidup sekali, dan berbuah sekali. Setelah berbuah, batang pohon pisang harus ditebang agar buahnya bisa dipetik. Ini mengingatkan kita bahwa meskipun hidup ini sementara, kita diberi kesempatan untuk menghasilkan sesuatu yang berharga, baik itu dalam bentuk dampak positif, kontribusi pada keluarga, pekerjaan, atau masyarakat.
Setiap Langkah Menghasilkan Buah
Dalam perjalanan hidup, kita pasti dihadapkan dengan berbagai tantangan dan rintangan. Mungkin kita mengalami konflik dengan rekan kerja, atasan, atau bahkan keluarga. Namun, seperti pohon pisang yang tetap berbuah meskipun rapuh dan terjal, kita pun diharapkan untuk tidak menyerah. Kita bisa terus-menerus menghasilkan buah meski menghadapi kesulitan.
Bahkan, dalam kondisi yang tampaknya sulit sekalipun, kita masih bisa memberikan dampak yang baik. Pohon pisang, yang tidak dikenal karena kekokohannya, tetap memberikan manfaat besar bagi kehidupan manusia. Begitu juga dengan kita—apa pun peran kita dalam kehidupan, kita bisa menghasilkan "buah" yang memberi dampak positif.
Jika kita menikah dan memiliki anak, anak adalah buah dari perkawinan kita. Namun, bukan hanya dalam bentuk keturunan, kita juga bisa berbuah dalam bentuk kontribusi dan dampak positif dalam kehidupan kita. Guru dapat "berbuah" dengan membuka cakrawala pengetahuan murid-muridnya. Dokter dapat berbuah dengan melayani pasien tanpa memikirkan biaya. Polisi berbuah dengan mengayomi masyarakat, dan pegawai yang datang tepat waktu serta melaksanakan tugasnya dengan baik pun berbuah melalui pelayanan yang mereka lakukan.
Berbuah dengan Mengikuti Tuhan
Bagaimana kita bisa memastikan bahwa "buah" yang kita hasilkan adalah buah yang baik? Salah satu cara yang paling ampuh adalah dengan merenungkan dan mempraktikkan ajaran Tuhan. Dalam Mazmur 1:2-3 disebutkan, "Tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil."
Dengan merenungkan dan mempraktikkan kasih yang tulus kepada sesama, kita bisa terus menghasilkan buah yang bermanfaat. Kasih itu tidak hanya berbentuk kata-kata, tetapi juga dalam tindakan nyata. Seperti pohon yang terus tumbuh meski terpapar cuaca buruk, kita pun harus bisa bertumbuh dan memberi dampak positif meski berada dalam situasi yang tidak selalu ideal.
Tidak Peduli Seberapa Kecil, Tetap Berbuah
Kadang, kita merasa bahwa tindakan kita terlalu kecil untuk memberi dampak yang signifikan. Namun, setiap langkah yang kita ambil, sekecil apa pun, tetaplah sebuah buah. Sebagai seorang guru, saya mengajarkan lebih dari sekadar pelajaran akademik. Saya mengajarkan kedisiplinan dan sopan santun, seperti ketika saya meminta murid saya untuk mengetuk pintu sebelum masuk kelas. Meskipun mereka mengeluh, saya tahu bahwa kebiasaan ini akan memberi dampak positif dalam hidup mereka kelak.
Di rumah, saya dan istri saya mengajarkan anak kami tentang pentingnya tanggung jawab. Kami tidak hanya memberinya perangkat elektronik untuk menghibur diri, tetapi juga melibatkan dia dalam pekerjaan rumah, seperti membantu melipat pakaian. Dengan cara itu, kami mengajarkan anak untuk mandiri dan berperan dalam keluarga.
Kebiasaan-kebiasaan kecil ini adalah buah yang kami hasilkan—meskipun tampaknya sederhana, dampaknya bisa besar di masa depan.
Hidup Sekali, Berbuah Sekali
Menghadapi tantangan hidup, mari kita ingat filosofi pohon pisang: meskipun hidup sekali, kita harus berusaha menghasilkan buah yang baik. Kita diberi kesempatan hanya sekali untuk hidup, jadi pastikan kita memberikan yang terbaik dalam setiap aspek kehidupan kita—baik dalam pekerjaan, keluarga, atau hubungan sosial.
Hidup bukanlah tentang mencari kesempurnaan, tetapi tentang terus tumbuh, belajar, dan memberi dampak positif bagi orang lain. Seperti pohon pisang yang walau rapuh, tetap menghasilkan buah yang berguna, kita pun harus terus berusaha berbuah, meskipun dalam kondisi yang tidak selalu sempurna.
Mari kita tanam pohon kehidupan kita dengan penuh cinta dan perhatian, sehingga pada akhirnya, kita dapat menikmati buah dari usaha kita—buah yang baik, yang membawa manfaat bagi banyak orang. (*)
Kategori :