RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan analisis mendalam mengenai kondisi ekonomi global yang saat ini mengalami perubahan drastis.
Dalam konferensi pers APBN KITA edisi Maret 2025 dan Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI, ia memaparkan bahwa tatanan dunia yang sebelumnya terbentuk pasca-Perang Dunia Kedua kini berada dalam situasi krisis kepercayaan dan kerja sama.
Setelah Perang Dunia II, kerja sama antarnegara sempat menjadi fondasi utama pemulihan dan pembangunan ekonomi global.
Sejumlah institusi multilateral mulai dari Bank Dunia, IMF dan WTO dibentuk dengan tujuan mengelola perekonomian dunia secara kolektif dan mendorong pembangunan pasca-perang.
Namun, menurut Sri Mulyani, efektivitas lembaga-lembaga tersebut kini mulai memudar.
Pergeseran ini dipicu oleh kebijakan proteksionisme dari negara-negara besar, terutama Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump.
Amerika Serikat yang dulunya menjadi motor penggerak terbentuknya institusi global, kini justru meninggalkan dan meragukan lembaga-lembaga tersebut.
Hal ini menciptakan sistem ekonomi global yang semakin bersifat unilateral dan mengabaikan semangat kolaborasi.
Keadaan ini memunculkan fragmentasi dalam bentuk blok-blok geopolitik baru seperti BRICS dan memperparah ketidakpastian ekonomi global.
Negara-negara di berbagai belahan dunia kini lebih cenderung mengutamakan kepentingan nasional dibandingkan kerja sama internasional. Pendekatan ini memicu kebijakan ekonomi yang mengarah pada “inward looking” — misalnya “America First”, “China First”, bahkan “Indonesia First”.
Konsekuensi dari tren ini adalah menghilangnya konsep pertemanan antarnegara, bahkan dalam kelompok atau blok ekonomi yang sebelumnya dianggap solid.
Ketegangan dan persaingan menjadi lebih tajam, serta menjadikan hubungan antarnegara bersifat transaksional semata.
Kebijakan tarif perdagangan yang diterapkan Amerika Serikat dalam kurun waktu Februari hingga April 2025 telah menjadi contoh nyata bagaimana satu negara bisa mengubah lanskap ekonomi global hanya dalam waktu singkat.
Langkah sepihak seperti ini menambah ketidakpastian yang sangat tinggi di tingkat internasional.
Menghadapi realitas ini, pemerintah Indonesia mengambil posisi untuk tetap menjaga prinsip kehati-hatian namun terbuka terhadap peluang.