Ekonomi Indonesia Melambat, Para Ekonom Sebut Alarm Gawat

Sabtu 10 May 2025 - 20:23 WIB
Reporter : Edi Prasetya

Radarlambar.bacakoran.co - Perekonomian Indonesia hanya tumbuh 4,85 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal I 2025. Angka ini menjadi capaian terendah sejak kuartal III 2021 dan mencatatkan sinyal pelemahan pada fase awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan kali ini lebih rendah dari kuartal I 2024 yang mencapai 5,11 persen. Bahkan, jika dibandingkan dengan kuartal IV 2024 yang sebesar 5,02 persen, tren perlambatan tampak kian nyata.

Salah satu penyebab utama pelemahan ekonomi berasal dari kontraksi tajam belanja pemerintah. Jika pada kuartal I tahun lalu konsumsi pemerintah tumbuh 20,44 persen, maka pada kuartal I tahun ini justru anjlok ke minus 1,38 persen.

Penurunan signifikan juga terlihat pada konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT). Pada periode sama tahun lalu tumbuh 24,13 persen, namun kini hanya mencatatkan 3,07 persen.

Konsumsi rumah tangga sebagai tulang punggung PDB nasional juga tak memberikan dorongan berarti. Dengan kontribusi 54,53 persen terhadap total PDB, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,89 persen, sedikit turun dari tahun sebelumnya.

Menanggapi kondisi ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut bahwa kontraksi konsumsi pemerintah menjadi faktor utama perlambatan. Ia menekankan pentingnya percepatan belanja negara untuk mendorong kembali pertumbuhan.

Sementara itu, Ketua Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, Andry Satrio Nugroho, menyatakan situasi ini adalah sinyal darurat ekonomi. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang rendah terjadi meskipun ada dukungan konsumsi musiman saat Lebaran.

“Tanpa faktor musiman tersebut, pertumbuhan bisa lebih rendah lagi. Sayangnya, pemerintah justru diam dan tidak memberikan stimulus fiskal yang memadai,” katanya.

Di tengah lesunya perekonomian, masalah pengangguran juga memburuk. BPS mencatat jumlah penganggur mencapai 7,28 juta orang pada Februari 2025, bertambah sekitar 82 ribu orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Menurut Andry, industri dalam negeri saat ini sulit bergerak. Permintaan ekspor menurun karena daya beli Tiongkok sedang lesu, sementara ekspor ke Amerika Serikat terganjal ketegangan dagang. Akibatnya, arus kas industri terganggu, dan pemutusan hubungan kerja (PHK) tak bisa dihindarkan.

Ia juga menyoroti tren hengkangnya investor asing dan capital flight yang dilaporkan mencapai Rp28 triliun melalui transaksi kripto. Menurutnya, ini menunjukkan hilangnya kepercayaan terhadap prospek ekonomi nasional.

Senada, peneliti CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai kebijakan efisiensi anggaran pada masa awal pemerintahan Prabowo belum tepat waktu. “Pada masa transisi dan ketika ekonomi masih butuh stimulus, efisiensi justru memperlambat pemulihan,” katanya.

Analis senior dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny Sasmita, juga memperingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi akan sulit kembali ke atas lima persen jika kebijakan efisiensi anggaran terus dipertahankan.

Ronny menyebut program makan gratis (MBG) yang diluncurkan Prabowo belum memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian. Menurutnya, efek MBG baru akan terlihat dalam jangka panjang melalui kualitas SDM, bukan dalam bentuk pertumbuhan ekonomi jangka pendek.

Sementara itu, Andry menilai MBG tidak efektif sebagai instrumen pertumbuhan karena sistemnya yang terlalu tersentralisasi, sehingga tak mampu menggerakkan ekonomi lokal secara produktif. Ia menambahkan, kebijakan tersebut bahkan bisa mengurangi belanja masyarakat di pasar konvensional.

Kategori :