Israel Cegah Kunjungan Para Menteri Arab ke Tepi Barat, Ketegangan Kawasan Meningkat

Senin 02 Jun 2025 - 13:29 WIB
Reporter : Nopriadi
Editor : Nopriadi

Radarlambar.bacakoran.co -Hubungan antara Israel dan negara-negara Arab kembali diuji. Pemerintah Israel baru-baru ini menolak izin masuk bagi delegasi para menteri luar negeri dari Arab Saudi, UEA, Mesir, Yordania, Qatar, dan Turki yang berencana mengunjungi Otoritas Palestina di Ramallah, Tepi Barat. Langkah ini dinilai sebagai sinyal kuat bahwa kebekuan diplomatik antara kedua pihak semakin dalam.

Rencana kunjungan ini diprakarsai oleh Arab Saudi sebagai bagian dari upaya membangun kembali dukungan internasional terhadap pembentukan negara Palestina. Menariknya, jika kunjungan itu berhasil dilakukan, ini akan menjadi kali pertama seorang pejabat tinggi Saudi menginjakkan kaki di wilayah Palestina sejak Israel mendudukinya pada tahun 1967.

Namun, harapan itu kandas setelah Israel menolak memberikan izin penerbangan helikopter dari Yordania ke Ramallah. Alasannya? Israel menganggap misi diplomatik tersebut bukan hanya simbolik, tapi juga berpotensi memperkuat upaya pendirian negara Palestina—sesuatu yang mereka anggap mengancam keamanan nasional.

Penolakan ini memicu respons keras dari negara-negara Arab. Mereka menilai langkah Israel sebagai bentuk arogansi dan pelanggaran terhadap norma diplomatik. Dalam pernyataan bersama, para menteri luar negeri menuduh Israel dengan sengaja menghalangi solusi damai dan semakin menjauhkan prospek dua negara yang adil dan berkelanjutan.

Tensi meningkat seiring dengan kelanjutan kampanye militer Israel di Gaza sejak Maret lalu. Situasi kemanusiaan di wilayah itu kian memburuk, sementara tekanan dari dunia internasional terus menguat. Bahkan, serangan terhadap sekelompok diplomat dan jurnalis asing di Jenin beberapa waktu lalu menjadi bukti nyata bagaimana kompleks dan tegangnya dinamika lapangan.

Dalam insiden itu, tentara Israel menembakkan peluru peringatan ke arah konvoi diplomat yang tengah melakukan kunjungan kemanusiaan. Tidak ada korban jiwa, namun kejadian tersebut dikecam keras oleh berbagai negara, termasuk para sekutu tradisional Israel di Eropa. Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut tindakan itu tidak dapat diterima dan mendesak perlindungan bagi para diplomat.

Langkah terbaru Israel ini semakin mengukuhkan posisinya yang kian terisolasi di panggung global. Bahkan upaya-upaya normalisasi hubungan yang digagas oleh pemerintahan Amerika Serikat sebelumnya, seperti Perjanjian Abraham, kini tampak jauh dari harapan semula.

Di sisi lain, negara-negara Arab, khususnya Arab Saudi, terlihat lebih mantap mendukung kenegaraan Palestina. Putra Mahkota Mohammed bin Salman tetap pada pendiriannya bahwa tidak akan ada pengakuan terhadap Israel sebelum Palestina merdeka sepenuhnya. Hal ini ditegaskan dalam berbagai forum internasional, termasuk dalam pertemuan Liga Arab dan OKI akhir tahun lalu.

Konstelasi ini menunjukkan bahwa konflik Israel-Palestina bukan hanya soal dua pihak yang berseteru di lapangan, tapi juga menjadi titik panas geopolitik yang melibatkan banyak negara, kepentingan, dan sejarah panjang yang belum usai. (*)

Kategori :