Pulau-Pulau Indonesia Dijual Online, DPR Desak Pemerintah Bertindak Cepat

Sabtu 21 Jun 2025 - 19:31 WIB
Reporter : Rinto Arius

Radarlambar.bacakoran.co – Kasus penjualan pulau di Indonesia kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, sebuah situs asing bernama Private Islands Online tercatat menawarkan lima pulau di Tanah Air, termasuk Pulau Panjang yang terletak di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Fenomena ini menuai sorotan dari berbagai pihak, termasuk kalangan legislatif.

Komisi II DPR RI menilai bahwa pemerintah harus segera merespons serius temuan tersebut. Mereka meminta agar pemerintah memanggil dan meminta penjelasan langsung dari pihak pengelola situs yang mengiklankan pulau-pulau Indonesia sebagai barang dagangan. Langkah ini dianggap penting untuk memastikan keabsahan situs dan menghentikan praktik yang bisa mengancam kedaulatan negara atas wilayahnya.

Lebih lanjut, pemerintah pusat juga didesak untuk menyelidiki kemungkinan keterlibatan oknum pejabat yang memiliki kewenangan dalam pemberian izin atau akses atas pulau-pulau tersebut. Dugaan adanya izin tersembunyi atau penyalahgunaan wewenang tidak boleh diabaikan.

Tidak hanya soal legalitas, persoalan ini juga memunculkan kekhawatiran lain terkait penguasaan lahan wisata oleh pihak asing. Sejumlah kawasan wisata di Indonesia selama ini diketahui banyak dikuasai oleh warga negara asing melalui mekanisme sewa jangka panjang, namun seringkali disalahartikan sebagai hak milik. Fenomena ini dianggap merugikan negara serta menciptakan kerentanan dalam pengelolaan ruang wilayah strategis.

Sementara itu, berdasarkan data yang tersebar di situs tersebut, lima pulau Indonesia yang ditawarkan mencakup kawasan Anambas, Sumba, Belitung, hingga Pulau Panjang yang lokasinya tidak jauh dari kawasan wisata eksklusif Amanwana, Pulau Moyo. Meski tidak mencantumkan harga, situs tersebut menyebutkan bahwa pulau-pulau tersebut tersedia sebagai “pulau pribadi” yang siap dipasarkan ke khalayak global.

Pulau Panjang sendiri sebenarnya telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan pada 15 Juni 1999. Dengan luas mencapai lebih dari 22 ribu hektare, wilayah ini menjadi bagian dari Kawasan Suaka Alam dan berada dalam pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB. Keberadaan vegetasi mangrove yang kaya menjadikan pulau ini bernilai tinggi secara ekologis.

Pulau Panjang juga tercatat sebagai salah satu titik referensi penting oleh BMKG dalam pemantauan gempa bumi di wilayah Sumbawa. Posisi geografisnya yang strategis dan potensi ekologisnya membuat statusnya sebagai kawasan lindung sangat vital untuk dijaga.

Pemerintah daerah pun dibuat terkejut dengan munculnya nama Pulau Panjang dalam daftar pulau yang dijual online. Hingga kini, belum ada konfirmasi ataupun pemberitahuan resmi mengenai legalitas penawaran tersebut, sehingga status penjualan pulau tersebut masih dipertanyakan.

Di sisi lain, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN melalui Biro Humas menegaskan bahwa penguasaan pulau-pulau kecil di Indonesia tidak bisa dilakukan secara penuh oleh perorangan, apalagi warga negara asing. Hal ini selaras dengan Undang-Undang Pokok Agraria yang menyatakan bahwa seluruh tanah, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan milik negara dan hanya dapat dikelola demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. WNA hanya diizinkan mengakses hak guna usaha atau hak guna bangunan, bukan hak milik.

Situasi ini kembali mempertegas perlunya pengawasan menyeluruh terhadap wilayah-wilayah strategis dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Pemerintah diminta tidak hanya reaktif, melainkan juga proaktif dalam menjaga kedaulatan dan menindak setiap bentuk penyalahgunaan regulasi terkait pertanahan dan kepemilikan pulau. (*/rinto)

Kategori :