AIR HITAM – Harga kopi robusta di tingkat petani terus meluncur turun. Berdasarkan data terbaru dari pasar internasional London, harga biji kopi robusta kini hanya bertengger di angka Rp56 ribu per kilogram.
Namun, di tingkat lokal, khususnya wilayah Kecamatan Air Hitam, harga jual turun lebih tajam. Sejumlah supplier hanya berani membeli dengan harga Rp46 ribu hingga Rp47 ribu per kilogram, meskipun untuk kualitas terbaik.
Kondisi ini membuat banyak petani memilih menahan hasil panen mereka, berharap harga bisa kembali menyentuh level ideal di atas Rp60 ribu seperti musim-musim sebelumnya. Selisih harga antara pasar internasional dan lokal bahkan mencapai Rp8 ribu hingga Rp9 ribu per kilogram.
“Harga yang kami pantau melalui terminal online London memang fluktuatif, dan biasanya langsung berdampak ke tingkat lokal,” ujar Rosikin, salah satu supplier kopi di Air Hitam.
Masrul, petani asal Pekon Atarkuaw, mengaku khawatir tren penurunan ini akan terus berlanjut. Padahal, menurut informasi yang ia terima, harga kopi di negara produsen besar seperti Brasil dan Vietnam mulai stabil.
“Kami bingung, harga luar mulai membaik, tapi di sini terus turun. Petani makin tertekan,” keluhnya.
Meski demikian, sebagian petani menilai penurunan harga di bulan Juni hingga Agustus merupakan siklus tahunan. Biasanya, periode ini bersamaan dengan musim masuk sekolah, di mana kebutuhan rumah tangga meningkat dan stok kopi mulai menipis.
Namun, persoalan petani tidak berhenti di soal harga. Curah hujan yang tinggi turut memukul produktivitas. Buah kopi banyak yang rontok saat masa dogan—fase menjelang panen—sehingga volume panen menyusut drastis.
“Perkiraan kami, penurunan hasil panen tahun ini bisa mencapai 30 persen dibanding tahun lalu,” ungkap Masrul.
Situasi ini menambah beban petani kopi di Lampung Barat, terutama di wilayah Air Hitam, yang selama ini bergantung pada hasil panen sebagai sumber penghidupan utama. (rinto/nopri)