Radarlambar.bacakoran.co – Akademisi Universitas Lampung (Unila) Dr. Yusdianto S.H. M.H., melontarkan kritik tajam terhadap Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Ia menilai dua lembaga tersebut gagal menjalankan perannya sebagai leading sector dalam menangani konflik manusia dengan satwa liar di Lampung Barat.
Menurut Yusdianto, kinerja BKSDA dan TNBBS selama ini terkesan hanya sebagai “tukang arsip” yang sibuk menghitung jumlah satwa, tanaman, dan cakupan hutan, tanpa aksi nyata untuk menyelesaikan konflik yang semakin sering terjadi.
“Anggaran negara yang digelontorkan ke dua lembaga itu sama sekali tidak terasa manfaatnya bagi masyarakat. Dari kasus terakhir saja, tidak ada langkah konkret yang mereka lakukan,” ujarnya dengan nada kecewa.
Ia menegaskan, BKSDA dan TNBBS seharusnya tampil sebagai pelopor dalam menggalang kerja sama lintas sektor. Mulai dari pemerintah provinsi, pemda, TNI/Polri, masyarakat, hingga NGO, semua harus duduk bersama untuk merumuskan langkah strategis. “Ranah kerja permasalahan ini ada pada mereka. Mestinya aktif dan progresif, bukan hanya diam menunggu laporan,” tegas Yusdianto.
Selain itu, Yusdianto mendesak agar kedua lembaga tersebut segera membuat peta zona rawan konflik satwa secara detail. Peta tersebut harus dijadikan acuan untuk edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. “Jangan lupa, terapkan juga sanksi tegas bagi pihak-pihak yang melanggar aturan, tentunya dengan kolaborasi semua pihak,” katanya.
Ia juga mengingatkan pentingnya peran masyarakat di area-area rawan konflik. Menurutnya, warga sekitar zona “merah” harus dilibatkan secara maksimal sebagai bagian dari solusi. “Kalau terus begini, konflik manusia dengan satwa liar akan semakin sering terjadi, sementara lembaga yang diberi kewenangan justru pasif,” tandasnya. (*/edi)