Menkeu Sri Mulyani Keluarkan Aturan Baru Soal Pajak,Begini Penjelasannya..
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani. Foto/Net--
Radarlambar.bacakoran.co- Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 79 Tahun 2024 yang mengatur mengenai perlakuan perpajakan dalam Kerja Sama Operasi (KSO).
PMK ini mulai berlaku sejak 18 Oktober 2024 dan memberikan pedoman yang lebih jelas terkait kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh setiap KSO yang terdaftar di Indonesia.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Dwi Astuti, dalam keterangannya mengimbau para pengusaha yang terlibat dalam KSO untuk mematuhi ketentuan yang tercantum dalam peraturan tersebut, khususnya terkait kewajiban memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan status sebagai wajib pajak badan.
Dwi Astuti menjelaskan bahwa PMK ini diterbitkan untuk mengatasi ketidakjelasan dalam regulasi yang mengatur perpajakan KSO yang sebelumnya tersebar di berbagai produk hukum yang berbeda.
Sebelumnya, pengaturan tentang pajak yang dikenakan pada KSO masih tersebar di beberapa peraturan yang saling terpisah, seperti dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Dengan adanya PMK 79/2024, pemerintah berharap dapat memberikan kepastian hukum, mempermudah administrasi, dan menyederhanakan pelaksanaan kewajiban perpajakan bagi KSO.
Peraturan ini juga bertujuan untuk memfasilitasi kemudahan administrasi dalam pemenuhan kewajiban pajak seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan, serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Berdasarkan ketentuan dalam PMK ini, KSO yang terlibat dalam kegiatan seperti penyerahan barang dan/atau jasa, menerima penghasilan, atau mengeluarkan biaya untuk membayar penghasilan kepada pihak lain atas nama KSO, diwajibkan untuk mendaftarkan diri dan memperoleh NPWP sebagai Wajib Pajak Badan.
KSO juga wajib melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) jika telah melebihi ambang batas yang ditetapkan atau jika salah satu anggota KSO telah dikukuhkan sebagai PKP.
Namun, jika perjanjian kerja sama KSO atau pelaksanaan kerjasamanya tidak memenuhi ketiga kriteria tersebut, KSO tidak diwajibkan untuk mendaftar dan memperoleh NPWP, serta tidak perlu melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP. Dalam hal ini, kewajiban perpajakan akan dilaksanakan oleh masing-masing anggota KSO secara terpisah.
Sebagai bagian dari penerapan PMK 79/2024, terdapat contoh konkret mengenai perlakuan perpajakan terhadap KSO. Salah satunya adalah contoh kerja sama antara PT A, PT B, dan C Ltd. yang membentuk KSO dalam rangka melakukan proyek konstruksi di Mataram.
Dalam perjanjian kerja sama tersebut, PT A ditunjuk sebagai lead firm untuk mewakili KSO, dan ketiga perusahaan ini sepakat untuk menyerahkan barang dan/atau jasa kepada pelanggan atas nama KSO. Berdasarkan peraturan, KSO yang terbentuk dari kerja sama ini wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP serta melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dengan melaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Mataram Timur.
Contoh lain yang diberikan dalam PMK ini adalah mengenai KSO yang dibentuk oleh PT M dan PT N yang bergerak di bidang perdagangan ritel. Pada Januari 2025, KSO M-N mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Dalam kegiatan usaha KSO M-N, PT M memberikan kontribusi berupa kendaraan truk engkel operasional yang digunakan oleh KSO selama 4 tahun dengan nilai Rp 60 miliar, sedangkan PT N memberikan kontribusi berupa barang dagangan senilai Rp 12 miliar. KSO M-N kemudian memperoleh penghasilan sebesar Rp 75 miliar pada tahun pajak 2026.