Bareskrim Polri Tetapkan Mantan Direktur Umum Pertamina Tersangka Kasus Korupsi Pembelian Tanah Rasuna Epicent

Kombes Pol. Arief Adiharsa, Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri./Foto:dok/net--

Radarlambar.Bacakoran.co – Penyidik Bareskrim Polri telah menetapkan Luhur Budi Djatmiko (LBD), mantan Direktur Umum PT Pertamina (Persero) periode 2012-2014, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pembelian tanah di kawasan Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan. Penetapan tersangka ini dilakukan setelah dilakukan gelar perkara pada Selasa (5/11/2024) lalu.

 

Kombes Arief Adiharsa, Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim, menyampaikan bahwa Luhur Budi Djatmiko diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam transaksi pembelian tanah tersebut. "Penyidik menetapkan tersangka LBD terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pembelian tanah oleh PT Pertamina di Rasuna Epicentrum," ujar Arief dalam keterangan resminya, Rabu (6/11/2024).

 

Kasus Bermula dari Laporan Terkait Pembelian Tanah pada 2013

Kasus ini berawal dari laporan yang diterima oleh Bareskrim pada 19 Februari 2018 dengan nomor laporan LP/250/II/2018/Bareskrim. Dalam laporan tersebut, Pertamina diduga mengalokasikan anggaran sebesar Rp 2,07 triliun dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Tahun 2013 untuk pembelian tanah seluas 4,8 hektare yang terdiri dari 23 bidang di Rasuna Epicentrum, Jakarta Selatan, yang direncanakan untuk pembangunan Pertamina Energy Tower (PET).

 

Namun, dalam proses pembelian tanah yang berlangsung antara Juni 2013 hingga Februari 2014, diduga terjadi sejumlah penyimpangan yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 348,6 miliar. Berdasarkan temuan audit investigatif yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, kerugian negara ini muncul akibat pemahalan harga tanah dan pembayaran untuk aset yang seharusnya tidak diperjualbelikan, termasuk tanah yang merupakan bagian dari jalan milik Pemprov DKI Jakarta.

 

Penyimpangan yang Ditemukan dalam Pembelian Tanah

Menurut Arief, dalam proses pembelian tanah tersebut terdapat dugaan penyimpangan yang melibatkan pembelian dengan harga yang jauh lebih tinggi dari nilai yang wajar. Selain itu, ditemukan pula pembayaran untuk aset yang seharusnya tidak dapat dijual, seperti jalan milik pemerintah daerah. Selain itu, penyidik juga mengidentifikasi pelanggaran terhadap berbagai peraturan, termasuk Undang-Undang BUMN, Peraturan Menteri BUMN, dan pedoman internal Pertamina mengenai pengadaan barang dan jasa.

 

Sebagai bagian dari proses penyelidikan, Bareskrim telah memeriksa 84 saksi, 5 ahli, dan melakukan penyitaan terhadap lebih dari 600 dokumen yang relevan. "Penyelidikan forensik yang dilakukan bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turut mengungkapkan besarnya kerugian negara yang timbul akibat kasus ini," ungkap Arief.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan